Definisi Jilbab Dalam Al-Qur'an dan Jilbab Zaman Sekarang
Pendahuluan.
Ketika masyarakat kita mengenal kata
‘jilbab’ (dalam bahasa indonesia) maka yang dimaksud adalah penutup kepala dan
leher bagi wanita muslimah yang dipakai secara khusus dan dalam bentuk yang
khusus pula. Lalu bagaimanakah kata ‘jilbab’ muncul dan digunakan dalam
masyarakat arab khususnya pada masa turunya Al Quran kepada Nabi Muhammad Saw
dalam surat Al Ahzaab ayat 56 (?). Apa yang dimaksudkan Al Quran dengan kata
‘jalabiib’ bentuk jamak (plural) dari kata jilbab pada saat ayat kata itu
digunakan dalam Al Quran pertama kali(?) Sudah samakah arti dan hukum memakai
jilbab dalam Al Quran dan jilbab yang dikenal masyarakat Indonesia sekarang(?).
Selain kata jalabiib (jamak dari
‘jilbab’), Al Quran juga memakai kata-kata lain yang maknanya hampir sama
dengan kata ‘jilbab’ dalam bahasa Indonesia, seperti kata khumur (penutup
kepala) dan hijab (penutup secara umum), lalu bagaimana kata-kata serupa dalam
ayat-ayat Al Quran tersebut diterjemahkaan dipahami dalam bahasa syara` (agama)
oleh para shahabat Nabi dan ulama` selanjutnya.
Oleh karena itu kita tidak akan tahu
pandangan syara` terhadap hukum suatu permasalahan kecuali setelah tahu maksud
dan bentuk kongkrit serta jelas dari permasalahan itu, maka untuk mengetahui
hukum memakai jilbabterlebih dahulu harus memahami yang di maksud dengan jilbab
itu sendiri secara benar dan sesuai yang dikehendaki Al Quran ketika diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw dan bangsa arab saat itu.
Salah satu dimensi i`jaz (kemukjizatan) Al
Quran adalah kata-kata yang dipakai Al Quran sering menggunakan arti kiyasan
atau dalam sastra arab disebut majaz (penggunaan satu kata untuk arti lain yang
bukan aslinya karena keduanya saling terkait), hal ini menimbilkan benih
perbedaan, begitu pula kata-kata dalam nash-nash (teks-teks) Hadist dan bahasa
arab keseharian, oleh karena itu tidak jarang bila perselisian antara
ulama-ulama Islam dalam satu masalah terjadi disebabkan oleh hal di atas, dan
yang demikian itu sebenarnya bukanlah hal yang aneh dan bisa mengurangi kesucian
atau keautentikan teks-teks Al Quran, tapi sebaliknya.
Mungkin kita juga pernah mendengar wacana
kalau berjilbab maka harus menutup dada, lalu bagaimana kalau jilbabnya
berukuran kecil dan tidak panjang ke dada dan lengan, apakah muslimah yang
memakainya belum terhitung melaksanakan seruan perintah agama dalam Al Quran
itu sebab tidak ada bedanya antara dia dan wanita yang belum memakai jilbab
sama sekali, apakah sama dengan wanita yang membuka auratnya (bagian badan yang
wajib di tutup dan haram di lihat selain mahram). Benarkah presepsi atau
pemahaman yang demikian(?). Apa seperti itu Al Qur an memerintahkan(?).
Jilbab.
Arti
kata jilbab ketika Al Quran diturunkan adalah kain yang menutup dari atas
sampai bawah, tutup kepala, selimut, kain yang di pakai lapisan yang kedua oleh
wanita dan semua pakaian wanita, ini adalah beberapa arti jilbab seperti yang
dikatakan Imam Alusiy dalam tafsirnya Ruuhul Ma`ani.
Imam
Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan; Jilbab berarti kain yang lebih besar
ukurannya dari khimar (kerudung), sedang yang benar menurutnya jilbab adalah
kain yang menutup semua badan.
Dari
atas tampaklah jelas kalau jilbab yang dikenal oleh masyarakat indonesia dengan
arti atau bentuk yang sudah berubah dari arti asli jilbab itu sendiri, dan
perubahan yang demikian ini adalah bisa dipengaruhi oleh berbagai factor, salah
satunya adalah sebab perjalanan waktu dari masa Nabi Muhammad Saw sampai
sekarang atau disebabkan jarak antar tempat dan komunitas masyarakat yang berbeda
yang tentu mempunyai peradaban atau kebudayaan berpakaian yangberbeda.
Namun yang lebih penting ketika kita ingin memahami hukum memakai jilbab adalah kita harus memahami kata jilbab yang di maksudkan syara`(agama), Shalat lima kali bisa dikatakan wajib hukumnya kalau diartikan shalat menurut istilah syara`, lain halnya bila shalat diartikan atau dimaksudkan dengan berdoa atau mengayunkan badan seperti arti shalat dari sisi etemologinya.
Allah Swt dalam Al Quran berfirman:
Namun yang lebih penting ketika kita ingin memahami hukum memakai jilbab adalah kita harus memahami kata jilbab yang di maksudkan syara`(agama), Shalat lima kali bisa dikatakan wajib hukumnya kalau diartikan shalat menurut istilah syara`, lain halnya bila shalat diartikan atau dimaksudkan dengan berdoa atau mengayunkan badan seperti arti shalat dari sisi etemologinya.
Allah Swt dalam Al Quran berfirman:
ياايهاالنبى قل لأزواجك
وبناتك ونساءالمؤمنين يدنين عليهن
من جلابيبهن ذلك أدني أن يعرفن فلا يؤذين وكان الله غفورارحيما (الأحزاب 59)
Artinya:Wahai Nabi
katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri
orang-orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh
mereka. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk di kenal karena itu
mereka tidak di ganggu.Dan Allah adalah maha pengampun dan penyayang.(Al
Ahzab.59).
Ayat
di atas turun ketika wanita merdeka (seperti wanita-wanita sekarang) dan para
budak wanita (wanita yang boleh dimiliki dan diperjual belikan) keluar
bersama-sama tanpa ada suatu yang membedakan antara keduanya, sementara madinah
pada masa itu masih banyak orang-orang fasiq (suka berbuat dosa) yang suka
mengganggu wanita-wanita dan ketika diperingatkan mereka (orang fasiq) itu
menjawab kami mengira mereka (wanita-wanita yang keluar) adalah para budak
wanita sehingga turunlah ayat di atas bertujuan memberi identitas yang lebih
kepada wanita-wanita merdeka itu melalui pakaian jilbab.
Hal ini
bukan berarti Islam membolehkan untuk mengganggu budak pada masa itu, Islam
memandang wanita merdeka lebih berhak untuk diberi penghormatan yang lebih dari
para budak dan sekaligus memerintahkan untuk lebih menutup badan dari
penglihatan dan gangguan orang-orang fasiq sementara budak yang masih sering
disibukkan dengan kerja dan membantu majikannya lebih diberi kebebasan dalam
berpakaian.
Ketika
wanita anshar (wanita muslimah asli Makkah yang berhijrah ke Madinah) mendengar
ayat ini turun maka dengan cepat dan serempak mereka kelihatan berjalan tenang
seakan burung gagak yang hitam sedang di atas kepala mereka, yakni tenang
-tidak melenggang- dan dari atas kelihatan hitam dengan jilbab hitam yang
dipakainya di atas kepala mereka.
Ayat
ini terletak dalam Al Quran setelah larangan menyakiti orang-orang mukmin yang
berarti sangat selaras dengan ayat sesudahnya (ayat jilbab), sebab berjilbab
paling tidak, bisa meminimalisir pandangan laki-laki kepada wanita yang
diharamkan oleh agama, dan sudah menjadi fitrah manusia, dipandang dengan baik
oleh orang lain adalah lebih menyenangkan hati dan tidak berorentasi pada
keburukan, lain halnya apabila pandangan itu tidak baik maka tentu akan
berdampak tidak baik pula bagi yang dipandang juga yang melihat, nah, kalau sekarang
kita melihat kesebalikannya yaitu ketika para wanita lebih senang untuk
dipandang orang lain ketimbang suaminya sendiri maka itu adalah kesalahan pada
jiwa wanita yang perlu dibenarkan sedini mungkin dan dibuang jauh jauh terlebih
dahulu sebelum seorang wanita berbicara kewajiban berjilbab.
Al
Quran juga datang dengan kata lain selain kata jilbab dalam mengutarakan
penutup kepala sebagaimana yang termaktub dalam
An Nuur .31
وقل للمؤمنات ييغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولايبدين زينتهن الاماظهرمنهاوليضربن بخمرهن على جيونهن….(النور.31)
وقل للمؤمنات ييغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولايبدين زينتهن الاماظهرمنهاوليضربن بخمرهن على جيونهن….(النور.31)
Artinya: Dan
katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman:Hendaklah mereka menahan
pandangannya,dan memelihara kemaluannya,dan jangan menampakkan perhiasannya,
kecuali yang biasa nampak padanya, dan hendaklan mereka menutupkan kain kudung
di dadanya..(An Nuur. 31)
Kata
Khumur dalam penggalan ayat di atas bentuk jama`(plural) dari kata Khimar yang
biasa diartikan dalam bahasa indonesia sebagai kerudung yang tidak lebar dan
tidak panjang, sedang kalau kita melihat arti sebenarnya ketika Al Quran itu
datang kepada Nabi Muhammad Saw maka Mufassirin (ulama ahli tafsir Al Quran)
berbeda pendapat dan kita akan melihat sedikit reduksi atau penyempitan arti
dari arti pada waktu itu. Imam Qurthubi menterjemahkan khumur secara lebih
luas, yaitu semua yang menutupi kepala wanita baik itu panjang atau tidak,
begitu juga dengan Imam Al Alusiy beliau menterjemahkannya dengan kata miqna`ah
yang berarti tutup kepala juga, tanpa menjelaskan bentuknya panjang atau
lebarnya secara kongkrit.
Ayat
Al Quran di atas memerintahkan untuk memanjangkan kain penutup itu ke bagian
dada yang di ambil dari kata juyuub (saku-saku baju) sehingga kalau wanita
hanya memakai penutup kepala tanpa memanjangkannya ke bagian dada maka dia
masih belum melaksanakan perintah ayat di atas, dengan kata lain penutup kepala
menurut ayat di atas haruslah panjang menutupi dada dan sekitarnya, disamping
juga ada baju muslimah yang menutupinya. Namun kalau kita teliti kata juyuub
lebih lanjut dan apabila kita juga melihat sebab ayat itu diturunkan maka kita
akan menemukan beberapa arti ayat (pendapat) yang dikemukakan oleh mufassir
yang berbeda dengan pemahaman di atas.
Kata
juyuub dalam ayat di atas juga dibaca jiyuub dalam tujuh bacaan Al Quran yang
mendapat legalitas dari umat Islam dan para Ulama` dulu dan sekarang (qira`ah
sab`ah), kata juyuub adalah bentuk jama`(plural) dari jaib yang berarti lubang
bagian atas dari baju yang menampakkan leher dan pangkal leher. Imam Alusi
menjelaskan kata jaib yang diartikan dengan lubangan untuk menaruh uang atau
sejenisnya (saku baju) adalah bukan arti yang berlaku dalam pembicaraan orang
arab saat Al Quran turun, sebagaimana Ibnu Taimiyah juga berpendapat yang sama,
Imam Alusi juga menambahkan lagi dan berkata ¡°tetapi kalaupun diartikan
dengan saku juga tidaklah salah¡± dari pembenaran dia bahwa arti jaib adalah
saku tadi, Imam Alusiy artinya setuju kalau penutup kepala jilbab, kerudung
atau yang lain adalah harus sampai menutup dada, meskipun beliau tidak mengungkapkannya
dengan kata-kata yang jelas dan tegas tapi secara implisit beliau tidak
menyalahkan pendapat itu.
Imam Bukhari dalam kitab
hadist shohihnya manaruh satu bab yang berjudul:
(باب جيب القميص من عندالصدروغيره)
(باب جيب القميص من عندالصدروغيره)
Beliau
setuju bila kata jaib diartikan dengan lubangan baju untuk menyimpan uang atau
semisalnya (saku baju) tetapi sebaliknya Ibnu Hajar dalam Syarah Shahih
Bukhariy (buku atau komentar kepada suatu karya tulis seorang pengarang kitab
dengan berupa kesetujuan penjelasan atau ketidak setujuan atau menjelaskan
maksud pengarang kitab aslinya) yang berjudul Fath Al bari, Ibn Hajar
menjelaskan bahwa jaib adalah potongan dari baju sebagai tempat keluarnya
kepala, tangan atau yang lain.dan banyak ulama` lain yang sependapat dengan
Ibnu Hajar, sedangkan Al Ismaili mengartikan jaib itu dengan lingkaran kera
baju.
Pembahasan
arti kata jaib ini terasa penting karena letak saku baju tentu lebih di bawah
dari pada kera atau lubangan leher baju, selanjutnya apakah penutup kepala yang
hanya menutupi leher dan pangkal leher namun belum menutup sampai ke saku baju
(yakni bagian dada) apakah sudah memenuhi perintah Allah Swt dalam ayat Al
Quran di atas.
Dari
arti jaib yang masih dipertentangkan maka arti kata Juyuub di ayat tersebut di
atas juga masih belum bisa di temukan titik temunya, saku baju atau lubang
kepala.sehingga bila diartikan saku maka menutup kepala dengan jilbab atau kain
kerudung tidak cukup dengan yang pendek dan atau kecil tetapi harus panjang dan
lebar sehingga bisa menutup tempat saku baju,Dan kalau juyuub dalam ayat di
atas di artikan lubang baju untuk leher maka menutup kepala cukup memakai yang
bisa menutup keseluruan aurat dengan sempurnah tanpa ada cela yang bisa
menampakkan kulit serta tidak harus di panjangkan ke dada.
Namun
apabila kita kembali kepada sebab diturunkannya ayat tersebut, seperti yang
disebutkan dalam Lubabun Nuqul karya Imam Suyuti yaitu ketika Asma` binti
Martsad sedang berada di kebun kormanya, pada saat itu datanglah wanita-wanita
masuk tanpa mengenakan penutup (yang sempurna) sehingga tampaklah kaki, dada,
dan ujung rambut panjang mereka, lalu berkatalah Asma` sungguh buruk sekali
pemandangan ini maka turunlah ayat di atas.
Lebih
terang Imam Qurtubi menjelaskan sebab ayat ini diturunkan yaitu karena
wanita-wanita pada masa itu ketika metutup kepala maka mereka melepaskan dan
membiarkan kain penutup kepala itu ke belakang punggungnya sehingga tidak
menutup kepala lagi dan tampaklah leher dan dua telinga tanpa penutup di
atasnya, oleh sebab itulah kemudian Allah Swt memerintahkan untuk melabuhkan
kain jilbab ke dada sehingga leher dan telinga serta rambut mereka tertutupi,
akan tetapi tetapi lebih lanjut Imam Qurtubi menjelaskan cara memakai tutup
kepala, yaitu dengan menutupkan kain ke jaib (saku atau lubang leher) sehingga
dada mereka juga ikut tertutupi.
Dari
kedua sebab turunnya ayat di atas maka tampaknya bisa diambil kesamaan bahwa
ayat di atas turun karena aurat (dalam hal ini leher, telinga dan rambut) masih
belum tertutup dengan kain kerudung, sehingga turunlah ayat di atas
memerintahkan untuk menutupnya, dengan kata lain, memanjangkan kain kerudung
atau jilbab ke jaib (saku atau lubang leher) itu adalah cara untuk menutup
aurat yang diterangkan oleh Al Quran sesuai dengan keadaan wanita-wanita masa
itu, artinya bila aurat sudah tertutup tanpa harus memanjangkan kain kerudung
atau jilbab ke dada maka perintah memanjangkan itu sudah tidak wajib lagi sebab
memanjangkan adalah cara untuk bertujuan memuntup aurat sedang apabila tujuan
yang berupa menutup aurat itu sudah tercapai tanpa memanjangkan kain itu ke
dada kerana keadaan yang berbeda dan adapt yang tidak sama maka boleh-boleh
saja.
Ringkasnya jaib dengan arti lubang leher adalah tafsiran yang sesuai dengan sabab turunnya ayat di atas, dan memanjangkan kain kerudung atau jilbab ke dada adalah tidak diwajibkan oleh ayat Al Quran di atas, karena yang wajib adalah menutup aurat tanpa ada sedikitpun cela yang menampakkan kulit autar wanita. Wallahu `a`lam bish shawab.
Ringkasnya jaib dengan arti lubang leher adalah tafsiran yang sesuai dengan sabab turunnya ayat di atas, dan memanjangkan kain kerudung atau jilbab ke dada adalah tidak diwajibkan oleh ayat Al Quran di atas, karena yang wajib adalah menutup aurat tanpa ada sedikitpun cela yang menampakkan kulit autar wanita. Wallahu `a`lam bish shawab.
Hijab.
Al
Quran juga mengungkapkan punutup seorang wanita dengan kata hijab yang artinya
penutup secara umum, Allah Swt dalam surat Al Ahzab ayat 58 memerintah kepada
para shahabat Nabi Saw pada waktu mereka meminta suatu barang kepada
istri-istri Nabi Saw untuk memintanya dari balik hijab (tutup).
…واذاسألتموهن متاعافاسألوهن
من وراءحجاب ذلكم اطهرلقلوبكم وقلوبهن…(الأحزاب.58)
Artinya; Dan bila engkau
meminta sesuatu (keparluan) kepada mereka (istri-istri Nabi saw) maka mintalah
dari belakang tabir,cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati
mereka¡Â(Al Ahzab. 58)
Seperti
yang di terangkan di atas, hijab lebih luas artinya dari kata jilbab atau
khimar meskipuan ayat di atas adalah turun untuk para istri-istri Nabi Saw tapi
para ulama` sepakat dalam hal ini bahwa semua wanita muslimah juga termasuk
dalam ayat di atas, sehingga yang di ambil adalah umumnya arti suatu lafad atau
kalimat ayat Al Quran, bukan sebab yang khusus untuk istri-istri Nabi saja.
Ayat
di atas memerintahkan pada wanita muslimah untuk mengenakan penutup yang
demikian itu adalah lebih baik untuk dirinya dan laki-laki lain yang sedang
berkepentingan dengannya, adapun cara berhijab di atas adalah dengan berbagai
cara yang bisa menutup aurat dan tidak bertentangan dengan maksud dari
disyariatkannya pakaian penutup bagi wanita, sehingga kalau memakai pakaian
yang sebaliknya bisa merangsang terjadinya keburukan maka itu bukan dan belum
di namakan berhijab atau bertutup.
Keindahan
Wanita Yang Berhijab....
Dalam Islam
hukum menutup aurat dan berhijab itu adalah wajib bagi semua muslimah. Hal ini
merupakan salah satu bentuk ketaatan para muslimah sebagai umat Islam yang
taat. Hijab tak hanya dipakai untuk fashion semata, meski memang benar bahwa
hijab di zaman modern saat ini sudah menjadi salah satu trend fashion di
kalangan para wanita hingga akhirnya saat ini makin banyak saja wanita yang
mengenakan hijab. Namun ada baiknya Anda memang mengenakan hijab karena
perintah Allah dan bukannya karena ingin tampil gaya semata. Dengan begitu Anda
lebih nyaman dalam mengenakan hijab.
Kenapa Wanita Harus
Berhijab ?
Pertanyaan ini sangat penting
namun jawabannya justru jauh lebih penting. Satu pertanyaan yang membutuhkan
jawaban yang cukup panjang. Jilbab atau hijab merupakan satu hal yang telah
diperintahkan oleh Sang Pembuat syariat. Sebagai syariat yang memiliki
konsekwensi jauh ke depan, menyangkut kebahagiaan dan kemashlahatan hidup di
dunia dan akhirat. Jadi, persoalan jilbab bukan hanya persoalan adat ataupun
mode fashion Jilbab adalah busana universal yang harus dikenakan oleh wanita
yang telah mengikrarkan keimanannya. Tak perduli apakah ia muslimah Arab,
Indonesia, Eropa ataupun Cina. Karena perintah mengenakan hijab ini berlaku
umum bagi segenap muslimah yang ada di setiap penjuru bumi.
Berikut kami ulas sebagian
jawaban dari pertanyaan di atas:
Pertama
: Sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan RasulNya.
Ketaatan merupakan sumber kebahagian dan kesuksesan besar di dunia dan akherat. Seseorang tidak akan merasakan manisnya iman manakala ia enggan merealisasikan,mengaplikasikan serta melaksanakan segenap perintah Allah dan RasulNya.
Ketaatan merupakan sumber kebahagian dan kesuksesan besar di dunia dan akherat. Seseorang tidak akan merasakan manisnya iman manakala ia enggan merealisasikan,mengaplikasikan serta melaksanakan segenap perintah Allah dan RasulNya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا
عَظِيمًا
“Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka
sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. [Al Ahzab:71]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
ذَاقَ طَعْمَ الإِيماَنِ مَنْ رَضِيَ بالله رَباًّ
وَبالإسْلامِ دِيْناً وَبِمُحَمَّدٍ رَسُوْلًا.
“Sungguh akan merasakan manisnya iman, seseorang
yang telah rela Allah sebagaiRabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai
Rasul utusan Allah”. [HR Muslim].
Kedua
: Pamer aurat dan keindahan tubuh merupakan bentuk maksiat yang mendatangkan
murka Allah dan RasulNya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَمَن يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ
ضَلاَلاً مُّبِينًا
“Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya
maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. [Al Ahzab:36].
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافىً إلاَّ المُجَاهِرُن.
“Setiap umatku (yang bersalah) akan dimaafkan,
kecuali orang yang secara terang-terangan (berbuat maksiat)”. [Muttafaqun
alaih].
Sementara wanita yang pamer aurat dan keindahan
tubuh sama artinya dia telah berani menampakkan kemaksiatan secara
terang-terangan.
Ketiga :
Sesungguhnya Allah memerintahkan hijab untuk meredam berbagai macam fitnah
(kerusakan)
Jika berbagai macam fitnah redup dan lenyap, maka
masyarakat yang dihuni oleh kaum wanita berhijab akan lebih aman dan selamat
dari fitnah. Sebaliknya, masyarakat yang dihuni oleh wanita yang gemar
bertabarruj (berdandan seronok), pamer aurat dan keindahan tubuh, sangatlah
rentan terhadap ancaman berbagai fitnah dan pelecehan seksual serta gejolak
syahwat yang membawa malapetaka dan kehancuran yang sangat besar. Jasad yang
bugil jelas akan memancing perhatian dan pandangan berbisa. Itulah tahapan
pertama bagi penghancuran dan pengrusakan moral dan peradaban sebuah
masyarakat.
Keempat :
Tidak berhijab dan pamer perhiasan akan mengundang fitnah bagi laki-laki.
Seorang wanita apabila memamerkan bentuk tubuh dan
perhiasannya di hadapan laki-laki non mahram, jelas akan mengundang perhatian
kaum laki-laki hidung belang dan serigala berbulu domba. Jika ada kesempatan
mereka pasti akan memangsa dengan ganas laksana singa sedang kelaparan.
Seorang penyair berkata,
Seorang penyair berkata,
نظرة فإبتسامة فسلام * فكلام فموعد فلقاء.
“Berawal dari pandangan lalu senyuman kemudian
salam disusul pembicaraan lalu berakhir dengan janji dan pertemuan”.
Kelima :
Seorang wanita muslimah yang menjaga hijab, secara tidak langsung ia berkata
kepada semua kaum laki-laki,“Tundukkanlah pandanganmu, aku bukan milikmu dan
kamu juga bukan milikku. Aku hanya milik orang yang dihalalkan Allah bagiku.
Aku orang merdeka yang tidak terikat dengan siapapun dan aku tidak tertarik
dengan siapapun karena aku lebih tinggi dan jauh lebih terhormat dibanding
mereka.”
Adapun wanita yang bertabarruj
atau pamer aurat dan menampakkan keindahan tubuh di depan kaum laki-laki hidung
belang, secara tidak langsung ia berkata, “Silahkan anda menikmati keindahan
tubuhku dan kecantikan wajahku. Adakah orang yang mau mendekatiku? Adakah orang
yang mau memandangku? Adakah orang yang mau memberi senyuman kepadaku? Ataukah
ada orang yang berseloroh,“Aduhai betapa cantiknya dia?”. Mereka berebut
menikmati keindahan tubuhnya dan kecantikan wajahnya hingga mereka pun
terfitnah.
Manakah di antara dua wanita di
atas yang lebih merdeka? Jelas, wanita yang berhijab secara sempurna akan
memaksa setiap lelaki untuk menundukkan pandangan mereka dan bersikap hormat
ketika melihatnya, hingga mereka menyimpulkan bahwa dia adalah wanita merdeka,
bebas dan sejati.
Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala
menjelaskan hikmah di balik perintah mengenakan hijab dengan firmanNya.
ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ
وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Pengasih”. [Al Ahzab : 59]
Wanita yang menampakkan aurat
dan keindahan tubuh serta kecantikan parasnya, laksana pengemis yang
merengek-rengek untuk dikasihani. Tanpa sadar mereka rela menjadi mangsa kaum
laki-laki bejat dan rusak. Dia menjadi wanita terhina, terbuang, murahan dan
kehilangan harga diri dan kesucian. Dan dia telah menjerumuskan dirinya dalam
kehancuran dan malapetaka hidup.
Dibalik kita mengetahui keindahan dan tuntutan
untuk kita berhijab adalah kita juga harus mengetahui syarat-syarat berhijab
yang antara lain:
Pertama
: Hendaknya menutup seluruh tubuh dan tidak menampakkan anggota tubuh
sedikitpun selain yang dikecualikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ
أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَيُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ
إِلاَّمَاظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Dan katakanlah kepada wanita-wanita mukminat,
hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan janganlah menampakkan
perhiasan mereka kecuali yang biasa nampak dan hendaklah mereka menutupkan kain
kerudung ke dada mereka”. [An Nuur:31].
Dan juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ
وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلاَبِيبِهِنَّ ذَلِكَ
أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا {59}*
لَّئِن لَّمْ يَنْتَهِ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ
وَالْمُرْجِفُونَ فِي الْمَدِينَةِ لَنُغْرِيَنَّكَ بِهِمْ ثُمَّ
لاَيُجَاوِرُونَكَ فِيهَآ إِلاَّ قَلِيلاً
“Wahai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin,“Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang”. [Al Ahzab : 59].
Kedua
: Hendaknya hijab tidak menarik perhatian pandangan laki-laki bukan mahram.
Agar hijab tidak memancing pandangan kaum laki-laki maka harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
-. Hendaknya hijab terbuat dari kain yang tebal
tidak menampakkan warna kulit tubuh.
-. Hendaknya hijab tersebut longgar dan tidak menampakkan bentuk anggota tubuh.
-. Hendaknya hijab tersebut bukan dijadikan sebagai perhiasan bahkan harus memiliki satu warna bukan berbagai warna dan motif.
-. Hijab bukan merupakan pakaian kebanggaan dan kesombongan.
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut.
-. Hendaknya hijab tersebut longgar dan tidak menampakkan bentuk anggota tubuh.
-. Hendaknya hijab tersebut bukan dijadikan sebagai perhiasan bahkan harus memiliki satu warna bukan berbagai warna dan motif.
-. Hijab bukan merupakan pakaian kebanggaan dan kesombongan.
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut.
من لبس ثوب شهرة في الدنيا ألبسه الله ثوب مذلة يوم
القيامة ثم ألهب فيه النار.
“Barangsiapa yang mengenakan pakaian kesombongan di
dunia maka Allah akan mengenakan pakaian kehinaan nanti pada hari kiamat
kemudian ia dibakar dalam Neraka”. [HR Abu Daud dan Ibnu Majah, dan hadits ini
hasan]
-. Hendaknya hijab tersebut tidak diberi parfum
atau wewangian. Dasarnya adalah hadits dari Abu Musa Al Asy’ary Radhiyallahu
‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
أَيُّماَ امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَليَ
قَوْمٍ لِيَجِدوُا رِيْحَهَافهي زَانِيَةٌ.
“Siapapun wanita yang mengenakan wewangian lalu
melewati segolongan orang agar mereka mencium baunya, maka ia adalah wanita
pezina”. [HR Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi, dan hadits ini Hasan]
Ketiga
: Hendaknya pakaian atau hijab yang dikenakan tidak menyerupai pakaian
laki-laki atau pakaian wanita kafir. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.
“Barangsiapa yang menyerupai kaum maka dia termasuk
bagian dari mereka”. [HR Ahmad dan Abu Daud]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutuk
laki-laki yang mengenakan pakaian wanita serta mengutuk wanita yang berpakaian
seperti laki-laki. [HR Abu daud Nasa’i dan Ibnu Majah, dan hadits ini sahih].
Catatan :
Syaikh Albani dalam kitabnya Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah Fil Kitab Was Sunnah mengatakan, menutup wajah adalah sunnah hukumnya (tidak wajib) akan tetapi yang memakainya mendapat keutamaan. Wallahu a’lam
Syaikh Albani dalam kitabnya Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah Fil Kitab Was Sunnah mengatakan, menutup wajah adalah sunnah hukumnya (tidak wajib) akan tetapi yang memakainya mendapat keutamaan. Wallahu a’lam
Tulisan ini saya tujukan kepada saudari-saudariku
seiman yang sudah berhijab agar lebih memantapkan hijabnya hanya untuk mencari
wajah Allah. Juga bagi mereka yang belum berhijab agar bertaubat dan segera
memulainya sehingga mendapat ampunan dari Allah Azza wa Jalla.
Hikmah Berhijab.
v Semua
perintah AIloh dan RasulNya r apabila dikerjakan pasti membawa manfaat.
Diantara manfaat jilbab bagi kaum wanita adalah sebagai berikut: Untuk
membedakan antara wanita muslimah dan lainnya, berdasarkan firmanNya: “Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal”. Tentunya wanita muslimah
lebih bangga dengan jilbabnya, karena inilah kemuliaan dari Allah.
v .
Jauh dari gangguan orang munafik dan laki-laki yang fasik, karena firman-Nya
“karena itu mereka tidak diganggu” Wahai ukhti muslimah! Terimalah ketentuan
Allah yang selalu belas kasihan kepada hambaNya.
v .
Mendapat ampunan dan rahmat dari Allah sebagaimana firman-Nya: “Dan Allah
adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang “.
v Menjaga kesucian hati bagi kaum pria dan
wanita. (Lihat keterangan surat Al-Ahzab: 53 di atas)
v .
Mewujudkan akhlak yang mulia, rasa malu, menghormati dirinya dan orang lain.
v .
Sebagai tanda wanita afifah, yakni wanita yang menjaga kehormatan dirinya dari
hal-hal yang mengganggunya. Syaikh Bakr Abu Zaid berkata: “baiknya lahir
seseorang menunjukkan baik batinnya”. (Lihat Hirosatul Fadhilah hal: 85).
v .
Memutus ketamakan dan bahaya syetan, karena dengan jilbab berarti menjaga
masyarakat dari gangguan dan penyakit hati kaum pria dan wanita, dan mencegah
perbutan zina.
v Menjaga sifat malu, hal ini merupakan
perhiasan utama bagi wanita, jika rasa malu hilang, hilang pulalah kehidupan,
karena haya’ yang berarti malu diambil dari kata hayat yang berarti kehidupan.
v .
Membendung wanita untuk bersolek, berhias diri di hadapan orang lain dan
membendung pergaulan bebas serta menuju pembentukan masyarakat yang Islami.
v .
Menutup celah-celah perzinaan, sehingga wanita bukan merupakan makanan empuk
bagi setiap penjilat.
v .
Wanita adalah aurat, sedangkan jilbab merupakan penutupnya.
Allah berfirman: Hai anak Adam,
sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi `auratmu dan
pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang
demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan
mereka selalu ingat. (QS. Al-A’rof: 26).
v Membuat
suami senang kepadanya. (Hirosatul Fadhilah hal. 84-88 ).
Ancaman Bagi Keluarga Yang Membiarkan Anggota
Keluarganya Tidak Berjilbab
Seorang mukmin hendaknya menjauhkan dirinya dan
keluarganya dari api neraka. Rasulullah bersabda:
Ada tiga perkara, Allah
mengharamkan mereka masuk sorga, yaitu pecandu khomer orang yang tidak taat dan
addayus, yang menyetujui istrinya berbuat kejahatan. (HR. Ahmad 5839, Shahihul
Jami’: 3052, 2/290)..
Addayyus yaitu orang yang
mengetahui keluarganya melakukan perbuatan keji seperti zina dan lainnya, tetapi
mereka malah mendukungnya atau mendiamkannya. Contoh lainnya lagi: Orang tua
yang membiarkan putrinya bergaul bebas dan bersendagurau dengan pria yang bukan
mahromnya. Suami setuju melihat isteri atau putrinya hanya berpakaian pendek,
tidak berjilbab, atau membiarkan putri dan isterinya berhadap-hadapan dengan
pria bercelana pendek saat nonton telivisi dan Iainnya. (Lihat Mukhtashor AlKabaair
Adz-Dzahabi: 36).
Allah selalu bersama orag-orang yang setia berjalan di Jalan-Nya. Setiap perintah yang Ia kehendaki atas ummatnya pasti selalu ada hikmah dan manfaat.
Allah selalu bersama orag-orang yang setia berjalan di Jalan-Nya. Setiap perintah yang Ia kehendaki atas ummatnya pasti selalu ada hikmah dan manfaat.
Pada dasarnya
jika kita kembali pada manfaat hijab bagi wanita, sebenarnya secara tidak
langsung hijab melindungi wanita dari berbagai macam fitnah dan juga kerusakan.
Dengan berhijab maka wanita tersebut telah melindungi tubuhnya sendiri dari
pandangan-pandangan lelaki yang bukan mahramnya. Kemudian selain itu laki-laki
lain yang berada di sekitarnya juga bisa terhindar dari dosa karena dengan
begitu lelaki tersebut tidak berpikir yang macam-macam tentang wanita yang
dilihatnya. Hijab menjadikan wanita menjadi lebih mulia, sebagai wanita juga
hijab menjadikan wanita tersebut lebih terlindungi. Lagipula dengan berhijab,
wanita menjadi kelihatan berlipat ganda lebih cantiknya daripada saat tidak
berhijab. Maka dari itu bagi Anda yang belum berhijab, sebaiknya segeralah
berhijab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar