BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejarah perkembangan
studi Islam dikalangan ilmuan muslim dari masa keemasan
ada banyak sekali kisah atau hal yang dapat dipelajari, bahkan
pendekatan-pendekatan dan metode-metodenya bisa juga diterapkan
dalam era modern seperti di zaman sekarang ini. Sejarah
perkembangan studi Islam ini merupakan bidang
studi yang banyak menarik perhatian para peneliti, baik dari kalangan sarjana
muslim (insider) maupun non muslim (outsider).
Karena dari penelitian itu banyak manfaat yang dapat dapat diperoleh dari
penelitian perkembangan studi tersebut. Seperti halnya perkembangan,
pendekatan, cara, ataupun hal-hal yang lain dalam studi Islam.
Disadari atau tidak, selama ini informasi mengenai sejarah
perkembangan studi Islam banyak berasal dari hasil penelitian sarjana barat (outsider).
Hal ini terjadi karena selain masyarakat barat memiliki etos keilmuan yang
tinggi, juga didukung oleh dana dan kemauan politik yang kuat dari para
pemimpinnya. Sedangkan para peneliti muslim tampak disamping etos keilmuannya
rendah, juga belum didukung oleh keahlian di bidang penelitian yang memadai,
serta dana dan dukungan politik dari pemerintah yang kondusif.
Proses pendidikan
sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan
perkembangan sosial budaya manusia di bumi. Proses pewarisan dan pengembangan
budaya manusia yang bersumber dan berpedoman pada ajaran Islam sebagaimana
termaktub dalam Al-Qur`an dan terjabar dalam Sunnah Rasul
bermula sejak Nabi Muhmmad SAW menyampaikan ajaran tersebut pada umatnya.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian studi Islam (Islamic Studies)?
2. Apakah tujuan studi Islam (Islamic Studies)?
3. Apakah urgensi studi Islam (Islamic Studies)?
4. Bagaimanakah kajian/pandangan sarjana
barat dan muslim tentang studi Islam (Islamic Studies)?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apakah pengertian studi
Islam (Islamic Studies).
2. Untuk mengetahui apakah tujuan studi Islam
(Islamic Studies).
3.
Untuk
mengetahui apakah urgensi studi Islam (Islamic Studies).
4. Untuk mengetahui bagaimana
kajian/pandangan sarjana barat dan muslim tentang studi Islam (Islamic Studies).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Studi Islam (Islamic Studies)
Studi Islam atau di
barat dikenal dengan Islamic studies,secara
sederhana dapat dikatakan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang
berhubungan dengan agama Islam.Dengan perkataan lain” usaha sadar dan
sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam tentang
seluk beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam,baik berhubungan
dengan ajaran,sejarah maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam
kehidupan sehari-hari,sepanjang sejarahnya.”Sedangkan Abuddin Nata dalam
bukunya metodologi studi Islam mengatakan bahwa studi Islam adalah pengetahuan
yang dirumuskan dari ajaran Islam yang dipraktekkan dalam sejarah dan kehidupan
umat manusia.[1]
Usaha mempelajari agama Islam tersebut dalam
kenyataannya bukan hanya dilaksanakan oleh kalangan umat Islam saja,melainkan
juga dilaksanakan oleh orang-orang di luar kalangan umat Islam. Studi keIslaman
di kalngan umat Islam sendiri tentunya sangat berbeda tujuan dan motivasi-nya
dengan yang dilakukan oleh orang-orang dari kalangan non Islam. Dikalangan umat
Islam,studi keIslaman bertujuan untuk memahami dan mendalami serta membahas
ajaran-ajaran Islam agar mereka dapat melaksankan dan mengamalkannya dengan
benar.Sedangkan di luar kalangan umat non Islam, studi keIslaman bertujuan
untuk mempelajari seluk- beluk agama dan praktik-praktik keagamaan yang berlaku
di kalangan umat Islam,yang semata-mata sebagai ilmu pengetahuan (Islamologi). Namun
sebagai mana halnya ilmu dengan ilmu-ilmu pengetahuan pada umumnya,maka ilmu pengetahuan
tentang seluk-beluk agama dan praktik-praktik keagamaan Islam tersebut dapat
dimanfaatkan atau digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu,baik yang bersifat
positif maupun negatif.
Para ahli studi keIslaman di luar kalangan umat Islam
tersebut dikenal dengan kaum orientalis (istisyraqy), yaitu orang-orang barat
yang mengadakan studi tentang dunia timur,termasuk diklangan umat Islam.Dalam
praktiknya studi keIslaman yang dilakukan oleh mereka,terutama pada masa
awal-awal mereka melakukan studi tentang dunia timur,lebih mengarahkan dan
menekannkan pengetahuan mereka pada kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan
ajaran agama Islam dan praktik-praktik pengamalan ajaran agama Islam dalam
kehidupan sehari-hari umat Islam, namun demikian pada masa akhir-akhir ini
banyak juga diantara para orientalis yang memberikan pandangan-pandanga
objektif dan bersifat ilmiah kepada agama Islam dan umatnya. Tentu saja
pandangan-pandangan yang demikian itu akan bias bermanfaat bagi pengembangan
studi-studi keIslaman di kalangan umat Islam sendiri.
Kenyataan-kenyataan sejaarah menunjukkan (terutama
setelah masa keemassan umat Islam dan umat Islam sudah memasuki masa kemundurannya)
bahwa pendektan studi keIslaman yang mendominasi kalangan umat Islam lebih
cenderung bersifat subjektif, apologi.dan doktriner, serta menutup diri
terhadap pendekatan yang dilakukan oleh orang luar yang bersifat objektif dan
rasional. Dengan pendekatan apologi subjektif dan doktinner tersebut, ajaran
agama Islam yang bersumber dari Al-qur’an dan hadis yang pada zamannya telah
berkembang menjadi ajaran-ajaran ajaran-ajaran yang baku dan kaku serta tabu
terhadap sentuhan-sentuhan rasional, tuntutan perubahan, dan perkembangan
zaman.bahkan kehidupan keagamaan serta budaya umat Islam terkesan mandek, membeku
dan ketinggalan zaman. Ironisnya, keadaan yang demikian inilah yang menjadi
sasaran atau objek studi dari kaum orientalis dalam studi keIslamannya. Dengan
pendekatan-pendekatan yang bersifat objektif rasional dan ilmiah, mereka
mendapatkan kenyataan-kenyataan bahwa ajaran agama Islam sebagaimana yang
tampak dalam fenomena dan praktik umatnya
ternyata tidak rasional dan tidak mampu menjawab tantangan zaman.
Dengan adanya kontak budaya modern dengan budaya Islam,mendorong
para ulama tersebut untuk bersikap objektif dan terbuka terhadap pandangan
luar,yang pada gilirannya pendekatan ilmiah yang bersifat rasional dan objektif
pun memasuki Islam, termasuk pula studi keIslaman di kalangan umat Islam
sendiri.dengan masuknya pendekatan tersebut,maka studi Islam semakin berkembang
dan menjadi sangat relevan dan di butuhkan oleh umat Islam,terutama dalam
menghadapi tantangan dunia modern yang semakin canggih dan era globalisasi saat
ini.[2]
B.
Tujuan
Studi Islam (Islamic Studies)
Studi Islam sebagai usaha untuk
mempelajari secara mendalam tentang Islam dan segala seluk beluk yang
berhubungan dengan agama Islam sudah barang tentu mempunyai tujuan yang jelas,
yang sekaligus menunjukan kemana Studi Islam tersebut diarahkan. Dengan arah
dan tujuan yang jelas itu, maka dengan sendirinya Studi Islam akan merupakan
usaha sadar dan tersusun secara sistematis. Adapun tujuan Studi Islam dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Untuk
mempelajari secara mendalam tentang apa yang sebenarnya (hakikat) agama Islam
itu, dan bagaimana Islam itu, dan bagaimana posisi serta hubungannya dengan
agama-agama lain dalam kehidupan budaya manusia. Sehubungan dengan ini, Studi
Islam dilaksanakan berdasarkan asumsi bahwa sebenarnya agama Islam diturunkan
oleh Allah swt. adalah untuk membimbing dan mengarahkan serta menyempurnakan
pertumbuhan dan perkembangan agama-agama dan budaya umat di muka bumi.
2. Untuk
mempelajari secara mendalam pokok-pokok isi ajaran agama Islam yang asli, dan
bagaimana penjabaran dan operasionalisasinya dalam pertumbuhan dan perkembangan
budaya peradaban Islam sepanjang sejarahnya. Studi ini berasumsi bahwa agama Islam
adalah fitrah sehingga pokok-pokok isi ajaran agama Islam tentunya sesuai dan
cocok dengan fitrah manusia. Fitrah adalah potensi dasar, pembawaan yang ada,
dan tercipta dalam proses pencipataan manusia.
3. Untuk
mempelajari secara mendalam sumber dasar ajaran agama Islam yang tetap abadi dan dinamis, dan bagaimana
aktualisasinya sepanjang sejarahnya. Studi ini berdasarkan asumsi bahwa agama Islam
sebagai agama samawi terakhir membawa ajaran yang bersifat final dan mampu
memecahkan masalah kehidupan manusia, menjawab tantangan dan tuntutannya
sepanjang zaman.Dalam hal ini sumber dasar ajaran agama Islam akan tetap actual
dan fungsional terhadap permasalahan hidup dan tantangan serta tuntutan
perkembangan zaman tersebut.
4. Untuk
mempelajari secara mendalam prinsip-prinsip dan nilai-nilai dasar ajaran agama Islam,
dan bagaimana realisasinya dalam membimbing dan mengarahkan serta mengontrol
perkembangan budaya dan peradaban manusia pada zaman modern ini. Asumsi dari
studi ini adalah, Islam yang meyakini mempunyai misi sebagai rahmah li al-‘alamin tentunya mempunyai
prinsip dasar yang bersifat universal, dan mempunyai daya dan kemampuan untuk
membimbing, mengarahkan dan mengendalikan factor-faktor potensial dari
pertumbuhan dan perkembangan system budaya dan peradaban modern.[3]
C.
Urgensi
Studi Islam (Islamic Studies)
Dari segi tingkatan kebudayaan , agama merupakan universal
cultural. Salah stu prinsip fungsional menyatakan bahwa segala sesuatu yang
tidak berfungsi pasti akan lenyap dengan sendirinya. Karenanya agama Islam dari
dulu hingga sekarang dengan tangguh
menyatakan eksistensinya. Hal ini berarti bahwa agama mempunyai dan memerankan
sejumlah peran dan fungsinya di masyarakat.
Oleh karena itu , studi Islam dituntut untuk membuka dirinya agar studi Islam
mampu berkembang dan beradaptasi dengan dunia modern serta menjawab tantangan
kehidupan dunia dan mudaya modern.
Adapun urgensi studi Islam dapat dipahami sebagai berikut :
1. Umat
Islam saat ini berada dalam kondisi problematik
Umat Islam pada saat ini berada pada masa yang lemah dalam
segala aspek kehidupan social budaya
yang mana harus berhadapan dengan dunia modern yang serba psraktis dan
maju. Oleh karena itu, umat Islam tidak boleh terjebak pada romantisme, artinya
menyibukkan diri untuk membesar-besarkan kejayaan masa lalu yang terwujud dalam
sejarah Islam, sementara saat ini Islam masih silau menghadapi masa depannya.
umat Islam memang berada dalam suasana problematik. Jika sekarang umat Islam
masih berpegang teguh pada ajaran-ajaran Islam hasil penafsiran ulama terdahulu
yang dianggap sebagai ajaran yang
mapan dan sempurna serta paten , berarti
mereka memiliki intelektual sebatas itu saja yang pada akhirnya menghadapi masa
depan suram.
Oleh karena itu, disinilah pentingnya studi Islam yang dapat
mengarahkan dan bertujuan untuk mengadakan usaha-usaha pembaharuan dan
pemikiran kembali ajaran-ajaran agama Islam yang merupakan warisan ajaran yang
turun temurun agar mampu beradaptasi dan menjawab tantangan serta tuntutan
zaman dan dunia modern dengan tetap berpegang pada sumber ajaran Islam yang
murni dan asli, yaitu al-Quran dan As-Sunnah. Studi Islam juga dapat diharapkan
mampu memberikan pedoman dan pegangan hidup bagi umat Islam agar tetap menjadi
seorang muslim sejati yang hidup dalam dan mampu menjawab tantangan serta
tuntutan zaman modern maupun era global sekarang.
Dan Dalam satu hadistnya Rosulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya
bani Israil ( kaum yahudi dan nasrani )telah berpecah belah menjadi 72
aliran,dan umatku akan berpecah belah menjadi 73 aliran. Mereka semua akan
masuk neraka kecuali satu aliran saja. Para sahabat bertanya,”Siapakah dia itu
wahai Rosulullah?” Beliau menjawb, ‘siapa yang mengikuti jejakku dan para
sahabatku’.” ( HR.tirmidzi al-Hakim dan al-Aajurri,diharuskan oleh
al-Albani)
Dari hadist di atas kita tahu bahwa sejak jauh-jauh hari Raulullah
telah menginformasikan (mensinyalir) tentang adanya perpecahan umat hadist
diatas bukanlah isapan jempol belaka.di Indonesia saja, telah muncul beberapa
aliran agama baru yang muncul dari suatu agama -- terutama Islam -- sejak
puluhan tahun yang lalu.pada umumnya, pelopor sekaligus pemimpinnya mengaku
sebagai ”orang pilihan” yang diutus oleh Tuhan sebagai juru selamat atau
penyempurna suatu agama bagi umat manusia.
Maraknya aliran-aliran baru tersebut mengindikasikan adanya
kebutuhan besar terhadap agama yang benar-benar bisa memenuhi kebutuhan
rohaniah perubahan masyarakat akibat modernisme, globalisme dan tahap era post
industri yang menyebabkan krisis kemanusiaan serta kurangnya pengetahuan
tentang agamalah yang menjadi pangkal pangkal utama munculnya berbagai macam
aliran tersebut.
Penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak akan terjadi jika
manusia khususnya umat Islam memahami dan menguasai metodelogi studi agama,yang
dalam hal ini adalah metodologi studi Islam.
2. Umat
Islam dan peradabannya berada dalam suasana problematik
Perkembangan IPTEK telah membuka era baru dalam perkembangan
budaya dan peradaban umat manusia. Dunia tampak sebagai suatu system yang saling
memiliki ketergantungan. Oleh karenanya, umat manusia tentunya membutuhkan
aturan, norma serta pedoman dan pegangan hidup yang dapat diterima oleh semua
bangsa.
Umat manusia dalam sejarah peradaban
dan kebudayaannya telah berhsil menemukan aturan, nilai, norma sebagai pegangan
dan pedoman yang berupa: agama,
filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Umat manusia pada masa yang serba
canggih semakin menjadikan manusia-manusia modern kehilangan identitas serta
kemanusiaannya ( sifat-sifat manusiawinya).
Islam, sebagai agama yang rahmatullah
lil ‘alamin, tentunya mempunyai konsep atau ajaran yang bersifat manusiawi
dan universal, yang dapat menyelamatkan umat manusia dan alam semesta dari
kehancurannya. Akan tetapi , umat Islam sendiri saat ini berada dalam situasi
yang serba problematic. Kondisi kehidupan social budaya dan peradaban umat Islam
dalam keadaaan lemah dan tidak berdaya berhadapan dengan budaya dan peradaban
manusia dan dunia modern. Disinilh urgensi nya studi Islam, yaitu untuk
menggali ajaran-ajaran Islam yang asli ndan murni, dan yang bersifat manusiawi.
Dari situlah kemudian dididikkan dan ditransformasikan kepada generasi
penerusnya yang bisa menawarkan alternative pemecahan permaslahan yang dihadapi
oleh umat manusia dalam dunia modern.[4]
D. Kajian/ Pandangan Sarjana Barat dan Muslim Tentang Studi Islam (Islamic Studies)
Sarjana-sarjana Barat tampaknya amat tertarik dengan dinamika umat
Muslim di dunia ini. Fenomena ini telah muncul sejak lama ketika sarjana Barat
merasa perlu melakukan sikap pertahanan diri atas keyakinan yang diyakininya
hingga sekarang mereka memandang perlu melakukan pengkajian Islam berdasarkan
bagaimana Islam dipahami oleh umatnya.[5]
Mereka sadar bahwa selama ini banyak sarjana Barat telah melakukan
pendekatan yang salah karena mereka menggunakan paradigma dan teori mereka
sendiri dalam mengkaji Islam, sehingga pembahasannya menjadi tidak lagi
objektif berdasarkan realitas Islam yang dipahami dan diamalkan oleh umatnya.
Marshall G.S. Hodgson mengkritik Clifford Geertz,[6]
yang dianggapnya ceroboh dalam mengkaji umat Islam. Hodgson memandang
Geertz kurang memahami sejarah umat Islam secara baik.
Tidak
hanya Islam saja sebenarnya yang menjadi sorotan, pada tahun 1960 an pernah
muncul sebuah pernyataan yang menjadi perdebatan panjang mengenai sifat dasar
dari studi agama Sikh.[7] Perdebatan
ini secara cepat meluas melebihi permasalahan outsider-insider, dan menjadi
sangat penting, terbukti dengan terbitnya kumpulan tulisan yang berjudul Perspective
on the Sikh Tradition, tahun 1986. Para penulis barat ini kemudian menuai
krtikan tajam dari para sarjana barat lainnya yang menulis tentang Sikhism.
Disamping sarjana Barat, banyak juga sarjana dari Timur yang
berposisi sebagai outsider mengkaji Islam. Sachiko Murata dan William C.
Chittick, dalam bukunya The Vision of Islam melakukan pendekatan
dalam memahami Islam dengan mengungkapkan atau berawal dari yang diajarkan Islam
itu sendiri. Selanjutnya mereka menulis :
“Kata ‘Islam’ kami
maknai sebagai teks-teks yang secara universal diakui (hingga saat ini) sebagai
titik puncak tradisi. Sebagaimana semua agama besar lain, Islam memiliki
karakter yang menonjol, dan dari sinilah kami berusaha memahaminya. Teks-teks
tersebut disandarkan kepada al- Qur’an. Dalam pengertian yang sangat dalam Islam
adalah al-Qur’an dan al- Qur’an adalah Islam. Tafsir utama al-Qur’an diberikan
oleh Muhammad sendiri. Dengan mengikuti metode beliau banyak tokoh agung - guru,
wali, filosof, teolog, ahli hukum- menjelaskan dan menafsirkan naturalitas visi
asli sesuai kebutuhan zamannya.”
Dalam kajian buku ini Murata dan Chittick mencoba mengkaji Islam
secara komprehensif. Selain meneliti teks, mereka juga melakukan kajian di luar
teks dan menyelidiki sudut pandang yang menjelaskannya. Dalam bukunya mereka
membagi kajian Islam ke dalam empat bagian yaitu: pertama tentang Islam. Kedua tentang tauhid,
kenabian, membahas tentang kembali, membahas aliran-aliran intelektual
antara lain tentang; Ekpresi Islam pada Masa Awal, Kalam, Sufisme, Filsafat,
Dua Pola Pemahaman, Rasionalitas Kalam, Abstraksi Filsafat,dan Visi Sufisme.
Pada bagian ketiga mereka mengkaji Islam dalam hal Ihsan.
Bagian ini dibagi dalam dua bab yaitu tentang dasar Ihsan dalam Alquran dan
Manifestasi Ihsan historis. Keempat dikaji tentang Islam
dalam sejarah. Dalam bagian empat ini terdiri dari Sejarah sebagai Interpretasi
dan Situasi Kontemporer.[8]
Kajian Islam kedua tokoh ini telah memberikan pujian dari beberapa tokoh antara
lain oleh
Sayyid
Hossain Nasr, dia mengatakan : “Ini merupakan karya pengantar Islam yang
sangat bagus bagi audiens Barat. Pengarang mempresentasikan satu kajian
komprehensif, yang berawal dari dalam wilayah kebenaran iman yang diwahyukan,
kemudian memperlebar lingkaran sehingga mencakup seluruh visi Islam”.
Tokoh outsider lainnya yang mengkaji Islam terutama dari aspek
esoterik atau sufisme adalah Louis Massignon. Ia menulis salah seorang
tokoh sufi besar Islam yaitu al- Hallaj. Kajian Louis Massignon ini
mendapatkan apresiasi dari tokoh Islam antara lain dari Seyyed Hossein Nasr,
dengan berkata:
“Karya ini bukan sekedar
karya unik tentang seorang sufi besar dan kontroversial, melainkan sebuah
kajian tiada banding tentang semanngat keagamaan, kehidupan sosial dan politik,
serta keseluruhan peradaban Islam dimana ia hidup dan mati “.
Pengkaji kajian esoterik Islam yang berikutnya adalah William C.
Chittick. Chittick adalah seorang guru besar bidang studi
agama-agama di State University of Knowledge. Ia membuat kajian tentang Ibn
al-Arabi dan yang lainnya seperti kajian tentang Jalaluddin Rumi. Ia menulis
buku berjudul The Sufi Path of Knowledge : Ibn al- ‘Arabi’s
Metaphisyc of Imagination.
Dalam salah satu karyanya yaitu Heurmenetika al- Qur’an ibn al-
‘Arabi menunjukkan bagaimana Ibn al- Arabi sendiri mengakui bahwa magnum
opus-nya yaitu Futuhat al-Makiyyah adalah uraian yang didiktekan
langsung dari Tuhan. Ibnu al- Arabi ketika menafsirkan Alquran jauh melampaui
makna harfiyah dari ayat-ayat tersebut. Karya Chittick tentang Ibn al-Arabi ini
paling tidak telah memberikan kenyataan bahwa Islam dalam hal ini pemikiran
tasawufnya telah menarik minat para sarjana Barat untuk melakukan kajian
tentang Islam.[9]
Kajian keIslaman dalam perspektif outsider ini juga telah
melahirkan beberapa hasil penelitian. Beberapa buku perkenalan umum tentang Islam
sebagai agama dan peradaban oleh penulis tunggal menunjukkan pentingnya
pendekatan multidisipliner, meskipun pencarian suatu karya yang ideal dalam
kapasitas ini masih terus berlangsung dan tujuannya mungkin akan terus bergema.
Di antara buku pengantar umum sedemikian, barangkali tulisan Frederick M.
Denny, An Introduction to Islam (1985) dan Richard Martin, Islam: A
Cultural Perspectif (1982) termasuk yang informatif dan banyak dipergunakan
bagi pemula.
Buku yang menilik umat Islam dari aspek sosial-historisnya tulisan
Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies (1988) merupakan buku
pengantar yang terbaik sejauh ini dan paling komprehensif termasuk satu bab
khusus tentang masyarakat Muslim Asia Tenggara dan Indonesia, suatu aspek
penting kajian keIslaman yang sering diabaikan oleh penulis-penulis lain. Yang hampir
senada dengan buku ini ialah buah karya Philiph K’ Hitti dengan judul History
of The Arab
(Serambi,
2013), yang merupakan
kajian paling otoritatif tentang sejarah dengan pembuktian ilmiah yang sangat
meyakinkan.
Buku lain yang telah menjadi bacaan wajib bagi mahasiswa Islamic
Studies dan sejarah (Islam dan Arab) di banyak universitas di Amerika
Serikat adalah buku Hourani yang sering dipakai sebagai pengantar
sejarah Islam, meskipun terfokus pada bangsa Arab, A History of The
Arab Peoples (1991).
Adapun pengkajian Islam dalam perspektif insider (pengkaji
dari kalangan Muslim sendiri) kini mulai menunjukkan kecenderungan yang cukup
kritis. Dari segi ajaran, buku Fazlur Rahman, Islam (edisi kedua 1979)
yang sudah mengalami banyak cetak ulang, merupakan buku pengantar wajib untuk
mata kuliah Islamic Studies di universitas di Eropa dan Amerika. Kajian
kritis tentang Islam telah dilakukan oleh Nashr Hamid Abu Zayd dalam
bukunya, Naqd al-Khithab al-Dini (1994) merupakan buku yang mengkaji
tentang wacana agama dengan perspektif wacana Islam kritis.
Buku ini menjelaskan bahwa pertentangan dalam wacana agama yang
terjadi sekarang ini bukanlah sekedar pertentangan di seputar teks-teks agama
ataupun interpretasi terhadapnya, melainkan pertentangan menyeluruh yang
meliputi semua aspek kesejarahan, sosial, politik, dan ekonomi, pertentangan
yang melibatkan kekuatan-kekuatan takhayul dan mitos atas nama agama dan juga
pemahaman secara letterlijk terhadap teks-teks agama. (Jamali Sahrodi, 2008:182-183).
Muhammad Abed al-Jabiri bukanlah nama yang asing lagi di
kalangan intelektual Islam. Ia sering disejajarkan dengan Hassan Hanafi, Nashr
Hamid Abu Zayd, Abdullah Ahmed An-Na’im, Ali Harb, Fatima Mernissi ataupun
Muhammad Arkoun. Al-Jabiri telah mengkaji tentang teologi dalam Islam dalam
bukunya, al-Kasyfu ‘an Manahij al-Adillat fi Aqa’id al-Millah: Aw
Naqd ‘Ilm al-Kalam Dhiddan al-Tarsim al-Ideologi Li al-Aqidah wa
Ddifa’an ‘an al-’Ilm wa Hurriyah al-Ikhtiyar fi al-Fikri al-Fi’li (1998).
Dalam
buku yang lainnya yang berjudul Takwin al- Aql al Arabi yang
diterjemahkan oleh Imam Khori
menjadi Formasi Nalar Arab Muhammed Abed al- Jabiri. Dalam bab
pendahuluan ia menulis :
“Buku ini memuat kajian yang sudah
barang tentu telah menjadi bahan perbincangan sejak ratusan tahun silam. Sesungguhnya
kritik nalar adalah bagian mendasar, bahkan terpenting, dalam setiap
proses kebangkitan. Apakah mungkin membangun proyek kebangkitan dari
nalar yang tertidur, nalar yang tidak mampu melakukan evaluasi secara
komprehensif terhadap mekanisme, konsep dan pemikiran-pemikirannya?”.
Dalam bab satu dari bukunya al-Jabiri membahas Pendekatan Awal
sebagai pengantar atau Pendahuluan. Bagian kedua Menganalisa Unsur-unsur
Pembentukan Budaya Arab dan Pembentukan Nalar Arab itu sendiri. Bagian ketiga membahas tentang
sistem epistemologis yang menjadi dasar bagi dan saling berbenturan dalam
kebudayaan Arab. Adapun tujuan dari penyusuanan buku ini adalah untuk
untuk membebaskan diri dari sesuatu yang telah mati atau tetap kokoh dalam
dunia nalar dan membuka ruang bagi kehidupan nalar agar perannya tetap terbuka
dan kembali tertanam.
Tulisan atau kajian al-Jabiri sangat berhubungan dengan tradisi
dan problem metodologi, berhubungan dengan pembacaan kontemporer atas
tradisi Islam, karakteristik hubungan bahasa dan pemikiran dalam tradisi
Islam, Rasionaisme Islam serta problem Islam dan modernitas.
Kajian tentang Islam juga dilakukan oleh Hassan Hanafi[10]
dalam bukunya Islam and The Modern World; Religion, Ideologi and
Development. Dalam tulisan ini ia mengkaji Islam demikian
luas mulai dari aspek teologi sampai teknologi. Dalam buku volume I Hanafi
membahas tentang teologi, mistisisme dan etika, alam, ilmu pengetahuan
dan teknologi serta filsafat.
Buku Alwi Shihab, Membedah Islam di Barat: Menepis Tudingan
Meluruskan Kesalahpahaman (2004) merupakan satu buku yang banyak mendapat
pujian dari berbagai kalangan. K.H. Sahal Mahfudz berkata, “selama ini,
dunia Barat selalu mengidentikkan Islam dengan terorisme, radikalisme,
dan jauh dari humanisme. Hal ini terjadi karena minimnya pemahaman
mereka akan Islam dan itu sangat dirasakan oleh Pak Alwi selama
berinteraksi dengan para mahasiswa di Amerika. Saya merasa buku ini akan
memberikan pencerahan yang dapat mengenalkan Islam secara benar sebagai
agama yang rahmatan lil’alamin”.
Komentar dari kalangan non-Muslim, misalnya Jakob Oetama,
“Banyak konflik meruncing dan dipicu oleh salah persepsi dan kurangnya
komunikasi. Hal yang sama pula terjadi dalam cara penghayatan keagamaan
yang picik, padahal panggilan kesucian agama antara lain justru mengajak kita
untuk mengatasi kepicikan itu, untuk menyelami keagungan Sang Khaliq, yang terpapar
dalam ciptaan-Nya. Karena itu, Jakob Oetama menyambut gembira buku Alwi
Shihab ini. Inilah contoh, bahwa melalui dialog, kita lebih menjadi dewasa, bahkan
dalam perkara yang menyangkut kepercayaan terdalam kita, sehingga kita bisa
berkoeksistensi secara damai dengan saling memberi kontribusi positif. (Jamali
Sahrodi, 2008:183-184)
Tokoh Muslim Indonesia lainnya yang mengadakan kajian tentang Islam
adalah M. Amin Abdullah. Ia menulis sebuah buku berjudul Islamic studies di
Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif Interkonektif. Paradigma
interkoneksitas memberikan tawaran yang lebih modest (mampu mengukur
kemampuan diri sendiri), humality (rendah hati) dan human (manusiawi).
Paradigma ‘interkoneksitas’ berasumsi bahwa untuk memahami kompleksitas
kehidupan yang dihadapi dan dijalani manusia, setiap bangunan keilmuan apapun,
tidak dapat berdiri sendiri. Dalam bukunya, Amin
Abdullah membahas dalam bagian pertamanya tentang Filsafat Ilmu-Ilmu KeIslaman,
bagian kedua tentang Epistemologi Ilmu-Ilmu KeIslaman, bagian ketiga tentang
Pendekatan Hermeneutis Dalam Studi sosial-Budaya dan Fatwa Keagamaan, dan
bagian keempat tentang Arah Baru dan Pergeseran Paradigma Metode Studi KeIslaman.
Dalam karya lainnya, Studi Agama Normativitas atau
Historisitas, Amin Abdullah menegaskan bahwa agama tidak hanya dapat
dilihat dari sudut dan semata-mata terkait dengan normativitas ajaran wahyu,
tetapi juga ia dapat dilihat dari sisi historisitas. Dalam bukunya ini Amin
membagi menjadi empat pembahasan, pertama menjelaskan cikal bakal
kontroversi perebutan klaim validitas dan otoritas keilmuan agama di belahan
dunia bagian Barat. Bagian kedua menyentuh wilayah studi keIslaman
dengan menerapkan cara pandang filsafat keilmuan kontemporer. Bagian ketiga
secara eksplisit mengharapkan munculnya disiplin dan telaah studi kawasan
tentang masyarakat muslim. Dan bagian keempat mengilustrasikan perlunya
pendekatan filosofis terhadap pemikiran keagamaan pada umumnya.[11]
Table 1. Perbedaan
Perspektif antara Outsider- Insider dalam Studi Islam
No
|
Kajian
|
Outsider
|
Insider
|
1
|
Agama
|
Pengetahuan/ Keilmuan
|
Ajaran/ Prilaku
|
2
|
Objek
|
Menjaga jarak dengan
objek
|
Subjektif/ di dalam
Objek
|
3
|
Sifat
|
Kecurigaan/Hipotesis
|
Keyakinan
|
4
|
Penilaian
|
Historis/ Tampak
|
Normatif/ Nilai
|
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Studi Islam atau di barat dikenal dengan
Islamic studies,secara sederhana
dapat dikatakan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan
agama Islam. Dengan perkataan lain “usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui
dan memahami serta membahas secara mendalam tentang seluk beluk atau hal-hal
yang berhubungan dengan agama Islam, baik berhubungan dengan ajaran, sejarah
maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari,sepanjang
sejarahnya. Sedangkan Abuddin Nata dalam bukunya metodologi studi Islam
mengatakan bahwa studi Islam adalah pengetahuan yang dirumuskan dari ajaran Islam
yang dipraktekkan dalam sejarah dan kehidupan umat manusia.
2. Adapun tujuan studi Islam antara lain:
a. Untuk
mempelajari secara mendalam tentang apa sebenarnya (hakikat) agama Islam.
b. Untuk
mempelajari secara mendalam pokok-pokok isi ajaran agama Islam.
c. Untuk
memepelajari secara mendalam
sumber-sumber dasar ajaran Islam.
d. Untuk
mempelajari secara mendalam nilai-nilai
dasar dan prinsip-prinsip ajaran Islam.
3. Urgensi
studi Islam ada 2 yaitu :
a. Umat
Islam sekarang berada pada kondisi problematic.
b. Umat
Islam dan peradabannya berada dalam suasana problematic.
4. Kajian/pandangan
sarjana barat dan muslim tentang studi Islam ialah bahwa sarjana barat memandang bahwa studi Islam sangat
perlu sebagai pertahanan diri atas keyakinan yang di yakini oleh mereka,pada
umumnya sarjana barat memahami dan mempelajari Islam dari apa yang diajarkan
dan dilakukan oleh umat Islam.Salah satu outsider yang mengkaji Islam ialah
wiliam c chittik dan Sachiko murata yang mengkaji Islam dari 4 hal
yaitu,pertama tentang Islam,kedua tentang tauhid,kenabian filsafat,kalam dll., ketiga
dalam hal ihsan,dan keempat dalam hal sejarah.
Sedangkan
pengkajian Islam dalam perspektif insider saat ini mulai menunjukkan
kecenderungan yang cukup kritis,banyak tokoh yang sudah mengkaji Islam bahkan
telah menerbitkan buku tentang Islamic
studies antara lain fazlur rahman yang bukunya sudah dijadikan pengantar
wajib studi Islam di eropa dan amerika,serta nashr hamid abu zayd dalam bukunya
yang berjudul naqd al-khitab al-dini yang mengkaji wacana agama dengan
perspektif wacana Islam kritis.
B.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,M.Amin.1999.Studi Agama Normativitas atau Historitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Anwar, Rosihon.dkk.
2009. Pengantar Studi Islam.Bandung: Pustaka
Setia.
Muhaimin.dkk.2012.Studi Dalam Ragam Dimensi Dan pendekatan.Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Nata,Abuddin.1999.Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Tim Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. 2011. Studi Islam Oleh Outsider-Insider dan
Isu-Isu Kontemporer.Jakarta: Kemenag RI.
[1]Abuddin
Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,1999) cet.ke-2,
h.104
[2] Muhaimin
dkk, Studi Islam Dalam Ragam Dimensi dan
Pendekatan, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2012) cet.ke-3, h.1-3
[3]
Ibid.h.9-12
[4]
Rosihon Anwar dkk, Pengantar Studi Islam,
(Bandung: Pustaka Setia , 2009) h.28-31
[5] Tim Direktorat Jendral Pendidikan Islam, Studi Islam Oleh
Outsider–Insider dan Isu-Isu Kontemporer (Jakarta: Kemenag RI, 2011), hlm.
260.
[6] Clifford James Geertz (San Francisco, 23 Agustus 1926–Philadelphia, 30 Oktober 2006) adalah seorang ahli antropologi asal Amerika Serikat. Ia paling dikenal melalui penelitian-penelitiannya mengenai Indonesia dan Maroko dalam bidang seperti agama (khususnya Islam), perkembangan ekonomi, struktur politik tradisional, serta kehidupan desa dan keluarga.
[7] Agama Sikh adalah sebuah agama monoteistik yang diasaskan mengikut ajaran Guru Nanak dan sembilan orang guru lain di Punjab, India pada abad ke-15. Agama Sikhisme adalah agama kelima terbesar di dunia, dengan
lebih daripada 23 juta penganut. Sikhisme berasal daripada perkataan Sikh,
yang datang daripada kata dasar śiṣya dalam bahasa Sanskrit, yang
bermakna "murid" atau "pelajar", atau śikṣa yang
bermaksud "arahan". Kepercayaan utama orang Sikh adalah keyakinan
dalam Waheguru -
yang digambarkan menggunakan simbol suci ēk ōaṅkār, yaitu Tuhan Universal. http://ms.wikipedia.org/wiki/Sikhisme. (Diunduh pada 31 Maret 2016)
[8] Tim Direktorat Jendral Pendidikan Islam, Studi Islam Oleh
Outsider–Insider dan Isu-Isu Kontemporer,( Jakarta:Kemenag RI, 2011) h. 264.
[9] Ibid h.265
[10] Hassan Hanafi adalah seorang pemikir hukum Islam dan Profesor filsafat
terkemuka di Mesir. Dilahirkan 13 Februari 1935 di Kairo. Ia memperoleh
gelar Sarjana Muda bidang filsafat pada
University of Cairo tahun 1956. Sepuluh tahun kemudian (1966), Hanafi telah
mengantongi gelar Doktor
dari LA Universitas Sarbone Prancis.
[11] Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h.viii-ix
kelompok 8.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar