Senin, 16 Mei 2016

metode studi islam



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sejarah perkembangan studi Islam dikalangan ilmuan muslim dari masa keemasan ada banyak sekali kisah atau hal yang dapat dipelajari, bahkan pendekatan-pendekatan dan  metode-metodenya bisa juga diterapkan dalam era modern seperti di zaman sekarang ini. Sejarah perkembangan studi Islam ini merupakan bidang studi yang banyak menarik perhatian para peneliti, baik dari kalangan sarjana muslim (insider) maupun non muslim (outsider). Karena dari penelitian itu banyak manfaat yang dapat dapat diperoleh dari penelitian perkembangan studi tersebut. Seperti halnya perkembangan, pendekatan, cara, ataupun hal-hal yang lain dalam studi Islam.
Disadari atau  tidak, selama ini informasi mengenai sejarah perkembangan studi Islam banyak berasal dari hasil penelitian sarjana barat (outsider). Hal ini terjadi karena selain masyarakat barat memiliki etos keilmuan yang tinggi, juga didukung oleh dana dan kemauan politik yang kuat dari para pemimpinnya. Sedangkan para peneliti muslim tampak disamping etos keilmuannya rendah, juga belum didukung oleh keahlian di bidang penelitian yang memadai, serta dana dan dukungan politik dari pemerintah yang kondusif.
Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya manusia di bumi. Proses pewarisan dan pengembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedoman pada ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Al-Qur`an dan terjabar dalam Sunnah Rasul bermula sejak Nabi Muhmmad SAW menyampaikan ajaran tersebut pada umatnya.






B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian studi Islam (Islamic Studies)?
2.      Apakah tujuan studi Islam (Islamic Studies)?
3.      Apakah urgensi studi Islam (Islamic Studies)?
4.      Bagaimanakah kajian/pandangan sarjana barat dan muslim tentang studi Islam (Islamic Studies)?
C.   Tujuan
1.      Untuk mengetahui apakah pengertian studi Islam (Islamic Studies).
2.      Untuk mengetahui apakah tujuan studi Islam (Islamic Studies).
3.      Untuk mengetahui apakah urgensi studi Islam (Islamic Studies).
4.      Untuk mengetahui bagaimana kajian/pandangan sarjana barat dan muslim tentang studi Islam (Islamic Studies).
                                                                 
     











BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Studi Islam (Islamic Studies)
            Studi Islam atau di barat dikenal dengan Islamic studies,secara sederhana dapat dikatakan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam.Dengan perkataan lain” usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam tentang seluk beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam,baik berhubungan dengan ajaran,sejarah maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari,sepanjang sejarahnya.”Sedangkan Abuddin Nata dalam bukunya metodologi studi Islam mengatakan bahwa studi Islam adalah pengetahuan yang dirumuskan dari ajaran Islam yang dipraktekkan dalam sejarah dan kehidupan umat manusia.[1]
Usaha mempelajari agama Islam tersebut dalam kenyataannya bukan hanya dilaksanakan oleh kalangan umat Islam saja,melainkan juga dilaksanakan oleh orang-orang di luar kalangan umat Islam. Studi keIslaman di kalngan umat Islam sendiri tentunya sangat berbeda tujuan dan motivasi-nya dengan yang dilakukan oleh orang-orang dari kalangan non Islam. Dikalangan umat Islam,studi keIslaman bertujuan untuk memahami dan mendalami serta membahas ajaran-ajaran Islam agar mereka dapat melaksankan dan mengamalkannya dengan benar.Sedangkan di luar kalangan umat non Islam, studi keIslaman bertujuan untuk mempelajari seluk- beluk agama dan praktik-praktik keagamaan yang berlaku di kalangan umat Islam,yang semata-mata sebagai ilmu pengetahuan (Islamologi). Namun sebagai mana halnya ilmu dengan ilmu-ilmu pengetahuan pada umumnya,maka ilmu pengetahuan tentang seluk-beluk agama dan praktik-praktik keagamaan Islam tersebut dapat dimanfaatkan atau digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu,baik yang bersifat positif maupun negatif.

Para ahli studi keIslaman di luar kalangan umat Islam tersebut dikenal dengan kaum orientalis (istisyraqy), yaitu orang-orang barat yang mengadakan studi tentang dunia timur,termasuk diklangan umat Islam.Dalam praktiknya studi keIslaman yang dilakukan oleh mereka,terutama pada masa awal-awal mereka melakukan studi tentang dunia timur,lebih mengarahkan dan menekannkan pengetahuan mereka pada kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan ajaran agama Islam dan praktik-praktik pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari umat Islam, namun demikian pada masa akhir-akhir ini banyak juga diantara para orientalis yang memberikan pandangan-pandanga objektif dan bersifat ilmiah kepada agama Islam dan umatnya. Tentu saja pandangan-pandangan yang demikian itu akan bias bermanfaat bagi pengembangan studi-studi keIslaman di kalangan umat Islam sendiri.
Kenyataan-kenyataan sejaarah menunjukkan (terutama setelah masa keemassan umat Islam dan umat Islam sudah memasuki masa kemundurannya) bahwa pendektan studi keIslaman yang mendominasi kalangan umat Islam lebih cenderung bersifat subjektif, apologi.dan doktriner, serta menutup diri terhadap pendekatan yang dilakukan oleh orang luar yang bersifat objektif dan rasional. Dengan pendekatan apologi subjektif dan doktinner tersebut, ajaran agama Islam yang bersumber dari Al-qur’an dan hadis yang pada zamannya telah berkembang menjadi ajaran-ajaran ajaran-ajaran yang baku dan kaku serta tabu terhadap sentuhan-sentuhan rasional, tuntutan perubahan, dan perkembangan zaman.bahkan kehidupan keagamaan serta budaya umat Islam terkesan mandek, membeku dan ketinggalan zaman. Ironisnya, keadaan yang demikian inilah yang menjadi sasaran atau objek studi dari kaum orientalis dalam studi keIslamannya. Dengan pendekatan-pendekatan yang bersifat objektif rasional dan ilmiah, mereka mendapatkan kenyataan-kenyataan bahwa ajaran agama Islam sebagaimana yang tampak dalam fenomena dan praktik umatnya  ternyata tidak rasional dan tidak mampu menjawab tantangan zaman.
Dengan adanya kontak budaya modern dengan budaya Islam,mendorong para ulama tersebut untuk bersikap objektif dan terbuka terhadap pandangan luar,yang pada gilirannya pendekatan ilmiah yang bersifat rasional dan objektif pun memasuki Islam, termasuk pula studi keIslaman di kalangan umat Islam sendiri.dengan masuknya pendekatan tersebut,maka studi Islam semakin berkembang dan menjadi sangat relevan dan di butuhkan oleh umat Islam,terutama dalam menghadapi tantangan dunia modern yang semakin canggih dan era globalisasi saat ini.[2]
B.     Tujuan Studi Islam (Islamic Studies)
Studi Islam sebagai usaha untuk mempelajari secara mendalam tentang Islam dan segala seluk beluk yang berhubungan dengan agama Islam sudah barang tentu mempunyai tujuan yang jelas, yang sekaligus menunjukan kemana Studi Islam tersebut diarahkan. Dengan arah dan tujuan yang jelas itu, maka dengan sendirinya Studi Islam akan merupakan usaha sadar dan tersusun secara sistematis. Adapun tujuan Studi Islam dapat dirumuskan sebagai berikut :                      
1.      Untuk mempelajari secara mendalam tentang apa yang sebenarnya (hakikat) agama Islam itu, dan bagaimana Islam itu, dan bagaimana posisi serta hubungannya dengan agama-agama lain dalam kehidupan budaya manusia. Sehubungan dengan ini, Studi Islam dilaksanakan berdasarkan asumsi bahwa sebenarnya agama Islam diturunkan oleh Allah swt. adalah untuk membimbing dan mengarahkan serta menyempurnakan pertumbuhan dan perkembangan agama-agama dan budaya umat di muka bumi.
2.      Untuk mempelajari secara mendalam pokok-pokok isi ajaran agama Islam yang asli, dan bagaimana penjabaran dan operasionalisasinya dalam pertumbuhan dan perkembangan budaya peradaban Islam sepanjang sejarahnya. Studi ini berasumsi bahwa agama Islam adalah fitrah sehingga pokok-pokok isi ajaran agama Islam tentunya sesuai dan cocok dengan fitrah manusia. Fitrah adalah potensi dasar, pembawaan yang ada, dan tercipta dalam proses pencipataan manusia.
3.      Untuk mempelajari secara mendalam sumber dasar ajaran agama Islam  yang tetap abadi dan dinamis, dan bagaimana aktualisasinya sepanjang sejarahnya. Studi ini berdasarkan asumsi bahwa agama Islam sebagai agama samawi terakhir membawa ajaran yang bersifat final dan mampu memecahkan masalah kehidupan manusia, menjawab tantangan dan tuntutannya sepanjang zaman.Dalam hal ini sumber dasar ajaran agama Islam akan tetap actual dan fungsional terhadap permasalahan hidup dan tantangan serta tuntutan perkembangan zaman tersebut.
4.      Untuk mempelajari secara mendalam prinsip-prinsip dan nilai-nilai dasar ajaran agama Islam, dan bagaimana realisasinya dalam membimbing dan mengarahkan serta mengontrol perkembangan budaya dan peradaban manusia pada zaman modern ini. Asumsi dari studi ini adalah, Islam yang meyakini mempunyai misi sebagai rahmah li al-‘alamin tentunya mempunyai prinsip dasar yang bersifat universal, dan mempunyai daya dan kemampuan untuk membimbing, mengarahkan dan mengendalikan factor-faktor potensial dari pertumbuhan dan perkembangan system budaya dan peradaban modern.[3]
C.    Urgensi Studi Islam (Islamic Studies)
Dari segi tingkatan kebudayaan , agama merupakan universal cultural. Salah stu prinsip fungsional menyatakan bahwa segala sesuatu yang tidak berfungsi pasti akan lenyap dengan sendirinya. Karenanya agama Islam dari dulu hingga sekarang  dengan tangguh menyatakan eksistensinya. Hal ini berarti bahwa agama mempunyai dan memerankan sejumlah peran dan fungsinya  di masyarakat. Oleh karena itu , studi Islam dituntut untuk membuka dirinya agar studi Islam mampu berkembang dan beradaptasi dengan dunia modern serta menjawab tantangan kehidupan dunia dan mudaya modern.
Adapun urgensi studi Islam dapat dipahami sebagai berikut :
1.      Umat Islam saat ini berada dalam kondisi problematik
Umat Islam pada saat ini berada pada masa yang lemah dalam segala aspek kehidupan social budaya  yang mana harus berhadapan dengan dunia modern yang serba psraktis dan maju. Oleh karena itu, umat Islam tidak boleh terjebak pada romantisme, artinya menyibukkan diri untuk membesar-besarkan kejayaan masa lalu yang terwujud dalam sejarah Islam, sementara saat ini Islam masih silau menghadapi masa depannya. umat Islam memang berada dalam suasana problematik. Jika sekarang umat Islam masih berpegang teguh pada ajaran-ajaran Islam hasil penafsiran ulama terdahulu yang dianggap sebagai ajaran  yang mapan  dan sempurna serta paten , berarti mereka memiliki intelektual sebatas itu saja yang pada akhirnya menghadapi masa depan suram.
Oleh karena itu, disinilah pentingnya studi Islam yang dapat mengarahkan dan bertujuan untuk mengadakan usaha-usaha pembaharuan dan pemikiran kembali ajaran-ajaran agama Islam yang merupakan warisan ajaran yang turun temurun agar mampu beradaptasi dan menjawab tantangan serta tuntutan zaman dan dunia modern dengan tetap berpegang pada sumber ajaran Islam yang murni dan asli, yaitu al-Quran dan As-Sunnah. Studi Islam juga dapat diharapkan mampu memberikan pedoman dan pegangan hidup bagi umat Islam agar tetap menjadi seorang muslim sejati yang hidup dalam dan mampu menjawab tantangan serta tuntutan zaman modern maupun era global sekarang.
Dan Dalam satu hadistnya Rosulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya bani Israil ( kaum yahudi dan nasrani )telah berpecah belah menjadi 72 aliran,dan umatku akan berpecah belah menjadi 73 aliran. Mereka semua akan masuk neraka kecuali satu aliran saja. Para sahabat bertanya,”Siapakah dia itu wahai Rosulullah?” Beliau menjawb, ‘siapa yang mengikuti jejakku dan para sahabatku’.” ( HR.tirmidzi al-Hakim dan al-Aajurri,diharuskan oleh al-Albani)
Dari hadist di atas kita tahu bahwa sejak jauh-jauh hari Raulullah telah menginformasikan (mensinyalir) tentang adanya perpecahan umat hadist diatas bukanlah isapan jempol belaka.di Indonesia saja, telah muncul beberapa aliran agama baru yang muncul dari suatu agama -- terutama Islam -- sejak puluhan tahun yang lalu.pada umumnya, pelopor sekaligus pemimpinnya mengaku sebagai ”orang pilihan” yang diutus oleh Tuhan sebagai juru selamat atau penyempurna suatu agama bagi umat manusia.
Maraknya aliran-aliran baru tersebut mengindikasikan adanya kebutuhan besar terhadap agama yang benar-benar bisa memenuhi kebutuhan rohaniah perubahan masyarakat akibat modernisme, globalisme dan tahap era post industri yang menyebabkan krisis kemanusiaan serta kurangnya pengetahuan tentang agamalah yang menjadi pangkal pangkal utama munculnya berbagai macam aliran tersebut.
Penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak akan terjadi jika manusia khususnya umat Islam memahami dan menguasai metodelogi studi agama,yang dalam hal ini adalah metodologi studi Islam.
2.      Umat Islam dan peradabannya berada dalam suasana problematik
Perkembangan IPTEK telah membuka era baru dalam perkembangan budaya dan peradaban umat manusia. Dunia tampak sebagai suatu system yang saling memiliki ketergantungan. Oleh karenanya, umat manusia tentunya membutuhkan aturan, norma serta pedoman dan pegangan hidup yang dapat diterima oleh semua bangsa.
            Umat manusia dalam sejarah peradaban dan kebudayaannya telah berhsil menemukan aturan, nilai, norma sebagai pegangan dan pedoman yang  berupa: agama, filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Umat manusia pada masa yang serba canggih semakin menjadikan manusia-manusia modern kehilangan identitas serta kemanusiaannya ( sifat-sifat manusiawinya).
            Islam, sebagai agama yang rahmatullah lil ‘alamin, tentunya mempunyai konsep atau ajaran yang bersifat manusiawi dan universal, yang dapat menyelamatkan umat manusia dan alam semesta dari kehancurannya. Akan tetapi , umat Islam sendiri saat ini berada dalam situasi yang serba problematic. Kondisi kehidupan social budaya dan peradaban umat Islam dalam keadaaan lemah dan tidak berdaya berhadapan dengan budaya dan peradaban manusia dan dunia modern. Disinilh urgensi nya studi Islam, yaitu untuk menggali ajaran-ajaran Islam yang asli ndan murni, dan yang bersifat manusiawi. Dari situlah kemudian dididikkan dan ditransformasikan kepada generasi penerusnya yang bisa menawarkan alternative pemecahan permaslahan yang dihadapi oleh umat manusia dalam dunia modern.[4]

D.    Kajian/ Pandangan Sarjana Barat dan Muslim Tentang Studi Islam (Islamic Studies)
Sarjana-sarjana Barat tampaknya amat tertarik dengan dinamika umat Muslim di dunia ini. Fenomena ini telah muncul sejak lama ketika sarjana Barat merasa perlu melakukan sikap pertahanan diri atas keyakinan yang diyakininya hingga sekarang mereka memandang perlu melakukan pengkajian Islam berdasarkan bagaimana Islam dipahami oleh umatnya.[5]
Mereka sadar bahwa selama ini banyak sarjana Barat telah melakukan pendekatan yang salah karena mereka menggunakan paradigma dan teori mereka sendiri dalam mengkaji Islam, sehingga pembahasannya menjadi tidak lagi objektif berdasarkan realitas Islam yang dipahami dan diamalkan oleh umatnya. Marshall G.S. Hodgson mengkritik Clifford Geertz,[6] yang dianggapnya ceroboh dalam mengkaji umat Islam. Hodgson memandang Geertz kurang memahami sejarah umat Islam secara baik.
Tidak hanya Islam saja sebenarnya yang menjadi sorotan, pada tahun 1960 an pernah muncul sebuah pernyataan yang menjadi perdebatan panjang mengenai sifat dasar dari studi agama Sikh.[7] Perdebatan ini secara cepat meluas melebihi permasalahan outsider-insider, dan menjadi sangat penting, terbukti dengan terbitnya kumpulan tulisan yang berjudul Perspective on the Sikh Tradition, tahun 1986. Para penulis barat ini kemudian menuai krtikan tajam dari para sarjana barat lainnya yang menulis tentang Sikhism.
Disamping sarjana Barat, banyak juga sarjana dari Timur yang berposisi sebagai outsider mengkaji Islam. Sachiko Murata dan William C. Chittick, dalam bukunya The Vision of Islam melakukan pendekatan dalam memahami Islam dengan mengungkapkan atau berawal dari yang diajarkan Islam itu sendiri. Selanjutnya mereka menulis :
“Kata ‘Islam’ kami maknai sebagai teks-teks yang secara universal diakui (hingga saat ini) sebagai titik puncak tradisi. Sebagaimana semua agama besar lain, Islam memiliki karakter yang menonjol, dan dari sinilah kami berusaha memahaminya. Teks-teks tersebut disandarkan kepada al- Qur’an. Dalam pengertian yang sangat dalam Islam adalah al-Qur’an dan al- Qur’an adalah Islam. Tafsir utama al-Qur’an diberikan oleh Muhammad sendiri. Dengan mengikuti metode beliau banyak tokoh agung - guru, wali, filosof, teolog, ahli hukum- menjelaskan dan menafsirkan naturalitas visi asli sesuai kebutuhan zamannya.”
Dalam kajian buku ini Murata dan Chittick mencoba mengkaji Islam secara komprehensif. Selain meneliti teks, mereka juga melakukan kajian di luar teks dan menyelidiki sudut pandang yang menjelaskannya. Dalam bukunya mereka membagi kajian Islam ke dalam empat bagian yaitu: pertama tentang Islam. Kedua tentang tauhid, kenabian, membahas tentang kembali, membahas aliran-aliran intelektual antara lain tentang; Ekpresi Islam pada Masa Awal, Kalam, Sufisme, Filsafat, Dua Pola Pemahaman, Rasionalitas Kalam, Abstraksi Filsafat,dan Visi Sufisme.
Pada bagian ketiga mereka mengkaji Islam dalam hal Ihsan. Bagian ini dibagi dalam dua bab yaitu tentang dasar Ihsan dalam Alquran dan Manifestasi Ihsan historis. Keempat dikaji tentang Islam dalam sejarah. Dalam bagian empat ini terdiri dari Sejarah sebagai Interpretasi dan Situasi Kontemporer.[8] Kajian Islam kedua tokoh ini telah memberikan pujian dari beberapa tokoh antara lain oleh Sayyid Hossain Nasr, dia mengatakan : “Ini merupakan karya pengantar Islam yang sangat bagus bagi audiens Barat. Pengarang mempresentasikan satu kajian komprehensif, yang berawal dari dalam wilayah kebenaran iman yang diwahyukan, kemudian memperlebar lingkaran sehingga mencakup seluruh visi Islam”.
Tokoh outsider lainnya yang mengkaji Islam terutama dari aspek esoterik atau sufisme adalah Louis Massignon. Ia menulis salah seorang tokoh sufi besar Islam yaitu al- Hallaj. Kajian Louis Massignon ini mendapatkan apresiasi dari tokoh Islam antara lain dari Seyyed Hossein Nasr, dengan berkata:
“Karya ini bukan sekedar karya unik tentang seorang sufi besar dan kontroversial, melainkan sebuah kajian tiada banding tentang semanngat keagamaan, kehidupan sosial dan politik, serta keseluruhan peradaban Islam dimana ia hidup dan mati “.
Pengkaji kajian esoterik Islam yang berikutnya adalah William C. Chittick. Chittick adalah seorang guru besar bidang studi agama-agama di State University of Knowledge. Ia membuat kajian tentang Ibn al-Arabi dan yang lainnya seperti kajian tentang Jalaluddin Rumi. Ia menulis buku berjudul The Sufi Path of Knowledge : Ibn al- ‘Arabi’s Metaphisyc of Imagination.
Dalam salah satu karyanya yaitu Heurmenetika al- Qur’an ibn al- ‘Arabi menunjukkan bagaimana Ibn al- Arabi sendiri mengakui bahwa magnum opus-nya yaitu Futuhat al-Makiyyah adalah uraian yang didiktekan langsung dari Tuhan. Ibnu al- Arabi ketika menafsirkan Alquran jauh melampaui makna harfiyah dari ayat-ayat tersebut. Karya Chittick tentang Ibn al-Arabi ini paling tidak telah memberikan kenyataan bahwa Islam dalam hal ini pemikiran tasawufnya telah menarik minat para sarjana Barat untuk melakukan kajian tentang Islam.[9]
Kajian keIslaman dalam perspektif outsider ini juga telah melahirkan beberapa hasil penelitian. Beberapa buku perkenalan umum tentang Islam sebagai agama dan peradaban oleh penulis tunggal menunjukkan pentingnya pendekatan multidisipliner, meskipun pencarian suatu karya yang ideal dalam kapasitas ini masih terus berlangsung dan tujuannya mungkin akan terus bergema. Di antara buku pengantar umum sedemikian, barangkali tulisan Frederick M. Denny, An Introduction to Islam (1985) dan Richard Martin, Islam: A Cultural Perspectif (1982) termasuk yang informatif dan banyak dipergunakan bagi pemula.
Buku yang menilik umat Islam dari aspek sosial-historisnya tulisan Ira M. Lapidus, A History of Islamic Societies (1988) merupakan buku pengantar yang terbaik sejauh ini dan paling komprehensif termasuk satu bab khusus tentang masyarakat Muslim Asia Tenggara dan Indonesia, suatu aspek penting kajian keIslaman yang sering diabaikan oleh penulis-penulis lain. Yang hampir senada dengan buku ini ialah buah karya Philiph K’ Hitti dengan judul History of The Arab (Serambi, 2013), yang merupakan kajian paling otoritatif tentang sejarah dengan pembuktian ilmiah yang sangat meyakinkan.
Buku lain yang telah menjadi bacaan wajib bagi mahasiswa Islamic Studies dan sejarah (Islam dan Arab) di banyak universitas di Amerika Serikat adalah buku Hourani yang sering dipakai sebagai pengantar sejarah Islam, meskipun terfokus pada bangsa Arab, A History of The Arab Peoples (1991).
Adapun pengkajian Islam dalam perspektif insider (pengkaji dari kalangan Muslim sendiri) kini mulai menunjukkan kecenderungan yang cukup kritis. Dari segi ajaran, buku Fazlur Rahman, Islam (edisi kedua 1979) yang sudah mengalami banyak cetak ulang, merupakan buku pengantar wajib untuk mata kuliah Islamic Studies di universitas di Eropa dan Amerika. Kajian kritis tentang Islam telah dilakukan oleh Nashr Hamid Abu Zayd dalam bukunya, Naqd al-Khithab al-Dini (1994) merupakan buku yang mengkaji tentang wacana agama dengan perspektif wacana Islam kritis.
Buku ini menjelaskan bahwa pertentangan dalam wacana agama yang terjadi sekarang ini bukanlah sekedar pertentangan di seputar teks-teks agama ataupun interpretasi terhadapnya, melainkan pertentangan menyeluruh yang meliputi semua aspek kesejarahan, sosial, politik, dan ekonomi, pertentangan yang melibatkan kekuatan-kekuatan takhayul dan mitos atas nama agama dan juga pemahaman secara letterlijk terhadap teks-teks agama. (Jamali Sahrodi, 2008:182-183).
Muhammad Abed al-Jabiri bukanlah nama yang asing lagi di kalangan intelektual Islam. Ia sering disejajarkan dengan Hassan Hanafi, Nashr Hamid Abu Zayd, Abdullah Ahmed An-Na’im, Ali Harb, Fatima Mernissi ataupun Muhammad Arkoun. Al-Jabiri telah mengkaji tentang teologi dalam Islam dalam bukunya, al-Kasyfu ‘an Manahij al-Adillat fi Aqa’id al-Millah: Aw Naqd ‘Ilm al-Kalam Dhiddan al-Tarsim al-Ideologi Li al-Aqidah wa Ddifa’an ‘an al-’Ilm wa Hurriyah al-Ikhtiyar fi al-Fikri al-Fi’li (1998).
Dalam buku yang lainnya yang berjudul Takwin al- Aql al Arabi yang diterjemahkan oleh Imam Khori menjadi Formasi Nalar Arab Muhammed Abed al- Jabiri. Dalam bab pendahuluan ia menulis :
“Buku ini memuat kajian yang sudah barang tentu telah menjadi bahan perbincangan sejak ratusan tahun silam. Sesungguhnya kritik nalar adalah bagian mendasar, bahkan terpenting, dalam setiap proses kebangkitan. Apakah mungkin membangun proyek kebangkitan dari nalar yang tertidur, nalar yang tidak mampu melakukan evaluasi secara komprehensif terhadap mekanisme, konsep dan pemikiran-pemikirannya?”.
Dalam bab satu dari bukunya al-Jabiri membahas Pendekatan Awal sebagai pengantar atau Pendahuluan. Bagian kedua Menganalisa Unsur-unsur Pembentukan Budaya Arab dan Pembentukan Nalar Arab itu sendiri. Bagian ketiga membahas tentang sistem epistemologis yang menjadi dasar bagi dan saling berbenturan dalam kebudayaan Arab. Adapun tujuan dari penyusuanan buku ini adalah untuk untuk membebaskan diri dari sesuatu yang telah mati atau tetap kokoh dalam dunia nalar dan membuka ruang bagi kehidupan nalar agar perannya tetap terbuka dan kembali tertanam.
Tulisan atau kajian al-Jabiri sangat berhubungan dengan tradisi dan problem metodologi, berhubungan dengan pembacaan kontemporer atas tradisi Islam, karakteristik hubungan bahasa dan pemikiran dalam tradisi Islam, Rasionaisme Islam serta problem Islam dan modernitas.
Kajian tentang Islam juga dilakukan oleh Hassan Hanafi[10] dalam bukunya Islam and The Modern World; Religion, Ideologi and Development. Dalam tulisan ini ia mengkaji Islam demikian luas mulai dari aspek teologi sampai teknologi. Dalam buku volume I Hanafi membahas tentang teologi, mistisisme dan etika, alam, ilmu pengetahuan dan teknologi serta filsafat.
Buku Alwi Shihab, Membedah Islam di Barat: Menepis Tudingan Meluruskan Kesalahpahaman (2004) merupakan satu buku yang banyak mendapat pujian dari berbagai kalangan. K.H. Sahal Mahfudz berkata, “selama ini, dunia Barat selalu mengidentikkan Islam dengan terorisme, radikalisme, dan jauh dari humanisme. Hal ini terjadi karena minimnya pemahaman mereka akan Islam dan itu sangat dirasakan oleh Pak Alwi selama berinteraksi dengan para mahasiswa di Amerika. Saya merasa buku ini akan memberikan pencerahan yang dapat mengenalkan Islam secara benar sebagai agama yang rahmatan lil’alamin”.
Komentar dari kalangan non-Muslim, misalnya Jakob Oetama, “Banyak konflik meruncing dan dipicu oleh salah persepsi dan kurangnya komunikasi. Hal yang sama pula terjadi dalam cara penghayatan keagamaan yang picik, padahal panggilan kesucian agama antara lain justru mengajak kita untuk mengatasi kepicikan itu, untuk menyelami keagungan Sang Khaliq, yang terpapar dalam ciptaan-Nya. Karena itu, Jakob Oetama menyambut gembira buku Alwi Shihab ini. Inilah contoh, bahwa melalui dialog, kita lebih menjadi dewasa, bahkan dalam perkara yang menyangkut kepercayaan terdalam kita, sehingga kita bisa berkoeksistensi secara damai dengan saling memberi kontribusi positif. (Jamali Sahrodi, 2008:183-184)
Tokoh Muslim Indonesia lainnya yang mengadakan kajian tentang Islam adalah M. Amin Abdullah. Ia menulis sebuah buku berjudul Islamic studies di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif Interkonektif. Paradigma interkoneksitas memberikan tawaran yang lebih modest (mampu mengukur kemampuan diri sendiri), humality (rendah hati) dan human (manusiawi). Paradigma ‘interkoneksitas’ berasumsi bahwa untuk memahami kompleksitas kehidupan yang dihadapi dan dijalani manusia, setiap bangunan keilmuan apapun, tidak dapat berdiri sendiri. Dalam bukunya, Amin Abdullah membahas dalam bagian pertamanya tentang Filsafat Ilmu-Ilmu KeIslaman, bagian kedua tentang Epistemologi Ilmu-Ilmu KeIslaman, bagian ketiga tentang Pendekatan Hermeneutis Dalam Studi sosial-Budaya dan Fatwa Keagamaan, dan bagian keempat tentang Arah Baru dan Pergeseran Paradigma Metode Studi KeIslaman.
Dalam karya lainnya, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, Amin Abdullah menegaskan bahwa agama tidak hanya dapat dilihat dari sudut dan semata-mata terkait dengan normativitas ajaran wahyu, tetapi juga ia dapat dilihat dari sisi historisitas. Dalam bukunya ini Amin membagi menjadi empat pembahasan, pertama menjelaskan cikal bakal kontroversi perebutan klaim validitas dan otoritas keilmuan agama di belahan dunia bagian Barat. Bagian kedua menyentuh wilayah studi keIslaman dengan menerapkan cara pandang filsafat keilmuan kontemporer. Bagian ketiga secara eksplisit mengharapkan munculnya disiplin dan telaah studi kawasan tentang masyarakat muslim. Dan bagian keempat mengilustrasikan perlunya pendekatan filosofis terhadap pemikiran keagamaan pada umumnya.[11]
Table 1. Perbedaan Perspektif antara Outsider- Insider dalam Studi Islam
No
Kajian
Outsider
Insider
1
Agama
Pengetahuan/ Keilmuan
Ajaran/ Prilaku
2
Objek
Menjaga jarak dengan objek
Subjektif/ di dalam Objek
3
Sifat
Kecurigaan/Hipotesis
Keyakinan
4
Penilaian
Historis/ Tampak
Normatif/ Nilai




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Studi Islam atau di barat dikenal dengan Islamic studies,secara sederhana dapat dikatakan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam. Dengan perkataan lain “usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam tentang seluk beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik berhubungan dengan ajaran, sejarah maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari,sepanjang sejarahnya. Sedangkan Abuddin Nata dalam bukunya metodologi studi Islam mengatakan bahwa studi Islam adalah pengetahuan yang dirumuskan dari ajaran Islam yang dipraktekkan dalam sejarah dan kehidupan umat manusia.
2.      Adapun tujuan studi Islam antara lain:
a.       Untuk mempelajari secara mendalam tentang apa sebenarnya (hakikat) agama Islam.
b.      Untuk mempelajari secara mendalam pokok-pokok  isi ajaran agama Islam.
c.       Untuk memepelajari secara mendalam  sumber-sumber dasar ajaran Islam.
d.      Untuk mempelajari secara mendalam nilai-nilai  dasar dan  prinsip-prinsip ajaran Islam.
3.      Urgensi studi Islam ada 2 yaitu :
a.       Umat Islam sekarang berada pada kondisi problematic.
b.      Umat Islam dan peradabannya berada dalam suasana problematic.
4.      Kajian/pandangan sarjana barat dan muslim tentang studi Islam ialah bahwa sarjana    barat memandang bahwa studi Islam sangat perlu sebagai pertahanan diri atas keyakinan yang di yakini oleh mereka,pada umumnya sarjana barat memahami dan mempelajari Islam dari apa yang diajarkan dan dilakukan oleh umat Islam.Salah satu outsider yang mengkaji Islam ialah wiliam c chittik dan Sachiko murata yang mengkaji Islam dari 4 hal yaitu,pertama tentang Islam,kedua tentang tauhid,kenabian filsafat,kalam dll., ketiga dalam hal ihsan,dan keempat dalam hal sejarah.
Sedangkan pengkajian Islam dalam perspektif insider saat ini mulai menunjukkan kecenderungan yang cukup kritis,banyak tokoh yang sudah mengkaji Islam bahkan telah menerbitkan buku tentang Islamic studies antara lain fazlur rahman yang bukunya sudah dijadikan pengantar wajib studi Islam di eropa dan amerika,serta nashr hamid abu zayd dalam bukunya yang berjudul naqd al-khitab al-dini yang mengkaji wacana agama dengan perspektif wacana Islam kritis.

B.      
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,M.Amin.1999.Studi Agama Normativitas atau Historitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Anwar, Rosihon.dkk. 2009. Pengantar Studi Islam.Bandung: Pustaka Setia.
Muhaimin.dkk.2012.Studi Dalam Ragam Dimensi Dan pendekatan.Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Nata,Abuddin.1999.Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tim Direktorat Jenderal Pendidikan Islam. 2011. Studi Islam Oleh Outsider-Insider dan Isu-Isu Kontemporer.Jakarta: Kemenag RI.


[1]Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,1999) cet.ke-2, h.104    
[2] Muhaimin dkk, Studi Islam Dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2012) cet.ke-3, h.1-3
[3] Ibid.h.9-12
[4] Rosihon Anwar dkk,  Pengantar Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia , 2009)  h.28-31
[5] Tim Direktorat Jendral Pendidikan Islam, Studi Islam Oleh Outsider–Insider dan Isu-Isu Kontemporer (Jakarta: Kemenag RI, 2011), hlm. 260.
[6] Clifford James Geertz (San Francisco, 23 Agustus 1926Philadelphia, 30 Oktober 2006) adalah seorang ahli antropologi asal Amerika Serikat. Ia paling dikenal melalui penelitian-penelitiannya mengenai Indonesia dan Maroko dalam bidang seperti agama (khususnya Islam), perkembangan ekonomi, struktur politik tradisional, serta kehidupan desa dan keluarga.
[7] Agama Sikh adalah sebuah agama monoteistik yang diasaskan mengikut ajaran Guru Nanak dan sembilan orang guru lain di Punjab, India pada abad ke-15. Agama Sikhisme adalah agama kelima terbesar di dunia, dengan lebih daripada 23 juta penganut. Sikhisme berasal daripada perkataan Sikh, yang datang daripada kata dasar śiṣya dalam bahasa Sanskrit, yang bermakna "murid" atau "pelajar", atau śikṣa yang bermaksud "arahan". Kepercayaan utama orang Sikh adalah keyakinan dalam Waheguru - yang digambarkan menggunakan simbol suci ēk ōaṅkār, yaitu Tuhan Universal. http://ms.wikipedia.org/wiki/Sikhisme. (Diunduh pada 31 Maret 2016)
[8] Tim Direktorat Jendral Pendidikan Islam, Studi Islam Oleh Outsider–Insider dan Isu-Isu Kontemporer,( Jakarta:Kemenag RI, 2011)  h. 264.
[9] Ibid h.265
[10] Hassan Hanafi adalah seorang pemikir hukum Islam dan Profesor filsafat terkemuka di Mesir. Dilahirkan 13 Februari 1935 di Kairo. Ia memperoleh gelar Sarjana Muda bidang filsafat pada University of Cairo tahun 1956. Sepuluh tahun kemudian (1966), Hanafi telah mengantongi gelar Doktor dari LA Universitas Sarbone Prancis.
[11] Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h.viii-ix


kelompok 8.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar